Bawaslu OKU Timur Minta Kades Jaga Netralitas Selama Pilkada 2024
Ilustrasi pilkada serentak 2024-Foto: Ist-
Bawaslu OKU Timur telah menggelar berbagai kegiatan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya netralitas di kalangan kepala desa dan ASN.
Sosialisasi ini bertujuan untuk membantu mereka membedakan antara hak dan kewajiban sebagai pemimpin pemerintahan sekaligus warga negara.
BACA JUGA:Pascabatalnya Debat Publik Kedua Pilkada OKU : Ketua KPU Bantah Tuduhan Tidak Netral dan Berpihak !
BACA JUGA:Paslon SPN-YES Pilih Walk Out : BERTAJI Tetap Sampaikan Visi-Misi !
"Kami ingin memastikan bahwa kepala desa memahami batasan mereka. Mereka tetap memiliki hak suara sebagai warga negara, tetapi tidak boleh menggunakan jabatan mereka untuk memengaruhi atau mendukung pasangan calon tertentu," ujar Aan.
Upaya ini, menurutnya, telah memberikan hasil positif. Beberapa pelanggaran netralitas yang melibatkan kepala desa berhasil ditangani sesuai peraturan yang berlaku.
Untuk mendukung pengawasan selama Pilkada, Bawaslu OKU Timur telah membentuk posko pengaduan pelanggaran yang tersebar di 20 kecamatan.
Posko ini menjadi tempat bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran Pilkada, termasuk tindakan tidak netral dari kepala desa atau ASN.
BACA JUGA:Diduga Ricuh Antarpendukung Paslon : Debat Kedua Bupati dan Wakil Bupati OKU Batal !
"Posko ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk memastikan Pilkada 2024 berjalan dengan baik. Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran, dan kami akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang ada," ungkap Aan.
Posko pengaduan ini juga menjadi wadah untuk mendekatkan Bawaslu dengan masyarakat, sehingga mereka merasa lebih terlibat dalam proses pengawasan Pilkada.
Meski sudah ada regulasi dan upaya pengawasan, menjaga netralitas kepala desa dan ASN tetap menjadi tantangan. Pengaruh politik sering kali menyusup ke berbagai tingkatan pemerintahan, termasuk di level desa.
Menurut Aan, tekanan dari pasangan calon atau partai politik tertentu kerap menjadi salah satu penyebab kepala desa terlibat dalam politik praktis. Hal ini diperparah dengan kurangnya pemahaman mengenai konsekuensi hukum yang dapat mereka hadapi.