Revisi UU Pilkada : Timbulkan Reaksi Negatif Masyarakat !

Gerakan mahasiswa dari sejumlah elemen di depan Gedung DPR menolak revisi UU Pilkada-Foto : Disway-

PALEMBANG, KORANPALPOS.COM – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan  sebagian gugatan yang dilayangkan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait dengan syarat pengajuan kepala daerah pada Pilkada 2024, sehingga dari keputusan ambang batas pengajuan calon gubernur minimal 6,5 persen 7,5 persen (khusus Jakarta) dari semula 20% tersebut berimplikasi kepada peta politik baik di pusat maupun di daerah.

Kondisi ini nampaknya 'ditentang' DPR RI yang sebagian besar adalah dari fraksi partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus.

Bahkan DPR RI langsung bersikap dan bergerak cepat dengan melakukan revisi UU Pilkada terutama terkait dengan ambang batas dan batas umur calon kepala daerah provinsi atau calon gubernur.

Rapat  membahas langkah revisi UU Pilkada tersebut langsung digelar pada Kamis (22/8), dengan target menganulir putusan MK, namun seiring dengan langkah tersebut, sejumlah anggota partai buruh bersama mahasiswa melakukan aksi dengan turun ke jalan (demo) ke gedung DPR RI Senayan Jakarta.

BACA JUGA:Pemprov Sumsel Sinergi Bersama BNN Berantas Peredaran Narkoba

BACA JUGA:Prakiraan Cuaca BMKG 22 Agustus 2024 : Sebagian Besar Wilayah Indonesia Diprakirakan Berawan dan Hujan Ringan

Dimana tujuan dari aksi tersebut yakni menolak dengan tegas revisi UU Pilkada tersebut dan mendesak agar DPR RI menjalankan apa yang telah menjadi keputusan MK.

Pengamat Politik Sumsel, Drs Bagindo Togar Butar Butar mengatakan, keputusan MK yang menurunkan ambang batas pencalonan dari 20% menjadi 6,5% (7,5% untuk Jakarta) merupakan langkah yang tepat dan responsif terhadap dinamika politik saat ini.

"Putusan MK adalah langkah demokratis yang memberikan kesempatan lebih besar bagi calon-calon yang sebelumnya terhambat oleh batasan ambang partai. Upaya DPR untuk membatalkan keputusan ini menunjukkan ketidakpahaman terhadap kebutuhan reformasi dalam sistem politik kita," ujar Bagindo.

Dia menilai revisi UU Pilkada yang bertujuan untuk mengubah kembali ketentuan ambang batas akan merusak prinsip-prinsip demokrasi yang mendukung keterlibatan lebih banyak calon dan partai politik.

BACA JUGA:Jokowi Hormati Putusan MK Soal Syarat Calon Kepala Daerah

BACA JUGA:Seleksi CPNS dan PPPK Sumatera Selatan 2024 : Jadwal, Formasi, dan Prosedur Pendaftaran !

"Revisi tersebut, jika diteruskan, akan kembali memperkuat dominasi elit partai dan mengabaikan aspirasi rakyat. MK telah memberikan putusan yang sejalan dengan semangat demokrasi yang lebih inklusif," tambah Bagindo.Bagindo juga menekankan bahwa upaya revisi ini seharusnya tidak dilakukan hanya untuk kepentingan jangka pendek atau untuk kepentingan kelompok tertentu. "Keputusan MK sudah final dan mengikat. Jika DPR tetap ingin melakukan revisi, prosesnya harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap sistem politik dan demokrasi kita," pungkasnya.

Sementara itu sejumlah warga juga memberikan reaksi terkait langkah DPR RI tersebut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan