LUBUKLINGGAU, KORANPALPOS.COM - Mulai 1 Juli 2024 warga yang akan membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) wajib terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang aktif. Itu artinya jika tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan/JKN maka tidak akan mendapatkan pelayanan pembuatan SIM.
Kebijakan Korp Lalu Lintas (Korlantas) Polri ini akan dilakukan uji coba di 8 daerah di seluruh Indonesia baik di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Selain di Jakarta dan Bali, termasuk diantaranya Sumatera Selatan (Sumsel), Sumatera Barat (Sumbar), Aceh, Kalimantan Timur (Kaltim), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kebijakan tersebut menuai polemik di tengah masyarakat. Karena beberapa masyarakat khwatir kebijakan tersebut hanya akan mempersulit masyarakat kelas menengah untuk mendapatkan izin mengemudi. "Ini namanya bikin ribet dan nambah-nambah syarat yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada korelasinya dengan mengemudi," ungkap Bustam, warga Kota Lubuklinggau yang bekerja sebagai sopir cadangan.
Dia justru khawatir syarat BPJS Kesehatan tersebut akan menjadi peluang pungli di lingkungan kepolisian. "Seperti kami yang bekerja sebagai sopir tembak (cadangan) mau tak mau wajib punya SIM, sementara kami tidak terikat pada perusahaan karena jasa kami hanya dipakai ketika orang butuh saja dan tidak terikat kontrak ibarat pekerja kami ini buruh harian lepas," ungkap Bustam.
BACA JUGA:6 Job Perwira di Lingkungan Polres Lubuklinggau Dirombak
BACA JUGA:Tim Audit Polda Sumsel Turun ke Polres Mura, Ini yang Dilakukan !
Penghasilan yang tidak tetap membuat kemampuan untuk membayar BPJS setiap bulannya sangat terbatas, karena itu hingga sekarang dia dan keluarganya belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan ataupun JKN. "Kalau tidak punya SIM kami tidak bisa kerja, artinya kami tidak bisa menafkahi keluarga," terangnya.
Sementara sejauh ini ditegaskan Bustam, dia belum pernah menerima program bantuan apapun dari pemerintah, meski ekonomi keluarganya juga terbilang pas-pasan. "Tolong lah jangan dibuat ribet, syarat tak perlu jangan diperlu-perlukan," ujarnya.
Terpisah Wakil Ketua DPRD Lubuklinggau, Hambali Lukman, justru mendukung kebijakan Korlantas Polri tersebut. "Kalau menurut saya bagus juga ini," ujarnya.
Sebab menurut Hambali, ketika seseorang masyarakat bermaksud mengurus SIM artinya ada 2 kemungkinan. Pertama karena kebutuhan agar dapat bekerja sebagai pengemudi atau memiliki kenderaaan sendiri. Sedangkan BPJS tentu bagi yang kurang mampu kan di tanggung pemerintah pusat maupun daerah bagi yang Mampu BPJS Mandiri.
BACA JUGA:Puluhan Tempat Penyulingan Minyak Ilegal di Muba Dibongkar Mandiri : Diawasi Langsung Polda Sumsel !
BACA JUGA:Respon Cepat Pj. Bupati Banyuasin, Dua Minggu Jalan OPI Raya Mulus
"Jadi ketika JKN menjadi salah satu persyaratan pembuatan SIM tidak menjadi persoalan, karena memiliki BPJS/terdaftar JKN tentu yang sangat penting teruma bagi masyakat yang kurang mampu," terangnya.
Polemik tersebut menunjukan pentingnya sosialisasi langsung dari pemerintah mengenai tujuan dan manfaat dari wajibnya BPJS Kesehatan sebagai syarat pembuatan SIM. Hal ini untuk memastikan apakah kebijakan tersebut memberatkan masyarakat atau sebaliknya, dapat membantu mereka dalam jangka panjang.
Diharapkan melalui uji coba di delapan daerah ini, kebijakan ini dapat dievaluasi lebih lanjut untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat agar pelaksanaannya tidak memberatkan pihak manapun. (yat)