Setelah itu, kepemimpinan diteruskan oleh Oesen Nasarudin yang menghadapi berbagai tantangan termasuk pembuangan ke Muara Sabak (Jambi) oleh Belanda.
Namun, setelah kembali dari menjalani hukuman, Nasarudin kembali memimpin desa dengan pangkat Ngabehi.
Setelah Nasarudin, kepemimpinan diteruskan oleh putranya Muhammad Hatta selama 50 tahun.
BACA JUGA:Daftar 6 Kabupaten Penghasil Jagung Paling Banyak di Sumatera Selatan : Juaranya Bukan Banyuasin !
BACA JUGA:Sejarah dan Legenda Desa Sungai Angit Musi Banyuasin : Desa Kaya Raya di Sumatera Selatan !
Kemudian, menantunya, Abd Hamid, memimpin selama 35 tahun, dilanjutkan oleh putranya H. Abdul Rasyid selama 10 tahun.
Pada masa pemerintahan Jepang, Raden Abubakar (Tjekwan) diangkat sebagai pemimpin.
Pada tahun 1944, diadakan pemilihan Pasirah secara langsung dan Hasarudin terpilih sampai terbentuknya Pemerintahan RI pada 1953.
Memasuki tahun 1954, kepemimpinan diserahkan kepada M. Anwar yang hanya menjabat selama satu tahun sebelum digantikan oleh Abdurahman Bin Ahmad hingga tahun 1968.
Setelah itu, pada tahun 1969, Khak Bin H. Usman terpilih sebagai Pasirah terakhir melalui pemilihan.
Masyarakat Desa Sungsang terkenal dengan adat dan tradisi yang kaya dan beragam.
Penggunaan bahasa di desa ini menunjukkan sifat nasionalisme dengan dominasi bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari.
Namun, bahasa Melayu, Palembang, dan Jawa juga sering digunakan, mencerminkan keragaman etnis di desa ini.
Adat istiadat yang ada di Desa Sungsang hampir sama dengan adat Palembang.
Pertalian adat dalam marga Sungsang diurus oleh Ngabehi (Pasirah) dan diatur sampai ke masyarakat sesuai dengan tingkat permasalahannya.
Masalah kecil dalam kampung diurus oleh Kliwon/Pengawa, sementara masalah yang lebih besar diselesaikan oleh Proatin/Krio dan urusan adat diurus oleh Ngabehi/Pasirah.