PALEMBANG, KORANPALPOS.COM - Dalam dunia politik yang dinamis, koalisi yang terbentuk untuk pemilihan presiden (pilpres) dan wakil presiden di tingkat nasional seringkali berbeda dengan koalisi yang muncul pada pemilihan kepala daerah (pilkada).
Menurut Ghulam Manar, pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang, koalisi politik di Indonesia tidak bersifat permanen dan sangat mungkin mengalami perubahan tergantung pada konteks dan kondisi lokal.
"Berbicara politik, koalisi itu tidak permanen. Tidak ada jaminan di pilpres kemudian (sama) dengan pilkada, termasuk untuk Jateng maupun Kota Semarang," ungkap Ghulam Manar.
BACA JUGA:PDIP Bentuk Tim Pemenangan Pilkada Nasional
Jawa Tengah (Jateng), dikenal sebagai "kandang banteng" karena merupakan basis kuat bagi PDI Perjuangan (PDIP).
Meskipun calon presiden dan wakil presiden dari PDIP kalah pada Pilpres 2024, partai tersebut masih menunjukkan dominasi yang signifikan di wilayah ini.
Perolehan suara PDIP pada Pemilu 2024 tetap tinggi, memberikan partai tersebut peluang untuk mengusung pasangan calon sendiri pada Pilkada Jateng karena telah memenuhi syarat minimal 20 persen atau 24 kursi di DPRD.
BACA JUGA:Survei LSI Terbaru : Herman Deru Unggul Telak di Pilkada Sumatera Selatan 2024 !
Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora Indonesia, PSI, Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Menunjukkan kekuatannya di tingkat pusat dengan memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.
Namun, Ghulam Manar memperkirakan bahwa situasi politik di Jateng tidak akan mencerminkan koalisi nasional ini karena masyarakat setempat lebih menilai kinerja langsung dari kepala daerah mereka.
BACA JUGA:Optimis Dapat Restu Partai, Sekjen PDIP Muara Enim Maju di Pilkada 2024