LUBUKLINGGAU, KORANPALPOS.COM - Menjelang pengumuman kelulusan tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (SD & SMP) sederajat, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Lubuklinggau, Firdaus Abki, mengimbau pelajar kelas VI dan IX untuk tidak terlalu bereuforia dalam merayakan kelulusan.
Terlebih sampai melaksanakan aktivitas negatif yang lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya, seperti aksi coret-coret seragam ssekolah atau konvoi di jalan raya.
"Karena itu akan menggangu lalu lintas dan berpotensi terjadinya kemacetan bahkan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi lakalantas," ungkap Firdaus menjelaskan alasannya mengeluarkan imbauan tersebut, ketika dihubungi Palpos, Selasa 7 Mei 2024.
Selain itu menurut Firdaus, pihaknya juga terus mengimbau kepada seluruh sekolah agar mengingatkan kepada siswa-siswinya tidak berlebihan merayakan kelulusan. "Sebab perjalanan masih panjang," tegasnya.
BACA JUGA:Gas Melon di OKU Langka, Harga Capai Rp25 Ribu per Tabung
Pihaknya juga berharap kerjasama dengan pihak Polres agar ada cegah dini apabila ada konvoi kelulusan tersebut.
Terkait dikeluarkannya imbauan dari Kadisdik tersebut orang tua/wali siswa menyambut positif dan memberikan apresiasi atas kebijakan tersebut.
Karena tradisi Corat-coret seragam sekolah tersebut dinilai sama halnya melakukan pekerjaan yang munazir. "Kalau seragan tidak di corat coret kan bisa saja disumbangkan untuk kerabat atau tetangga yang membutuhkan itu lebih bermanfaat," ungkap Ahirul seorang wali murid salah satu SMP di Kota Lubuklinggau.
Begitupun tradisi konvoi yang dinilai dapat membahayakan pelajar itu sendiri ataupun pengguna jalan lainnya.
BACA JUGA:Siswa Diminta Tidak Lakukan Aksi Coret Seragam Sekolah
BACA JUGA:Komitmen Terapkan Pelayanan Publik berbasis HAM untuk Masyarakat Muba
"Biasa kalau konvoikan anak-anak tidak menggunakan helm dan berboncengan sampai tiga orang bahkan bisa lebih, itu sangat membahayakan," ujar Ahirul.
Sementara sebagian orang tua/wali murid kemungkinan tidak bisa memonitor langsung aktivitas anak-anak mereka saat mereka pulang dari sekolah.
"Terlebih tidak ada komunikasi yang intens dari guru dan orang tua, karena pihak sekolah biasanya merasa sudah tidak bertanggungjawab terhadap kejadian di luar atau setelah waktu pulang sekolah, sedangkan orang tua juga tidak mungkin bisa monitor 24 jam kapan anak mereka keluar sekolah," terang Ahirul.