JAKARTA - Anggota KPU RI August Mellaz mengatakan hasil rekapitulasi penghitungan suara di Provinsi Sumatera Selatan tetap sah meski saksi pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak menandatangani formulir D hasil tingkat provinsi.
Hal ini disampaikan Mellaz menyusul adanya catatan khusus terkait saksi yang tidak menandatangani formulir D hasil tingkat provinsi saat proses rekapitulasi suara Provinsi Sumatera Selatan di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin.
Menurut dia, ihwal itu wajar karena tak semua peserta pemilu memiliki saksi saat penghitungan suara.
"Tapi yang jelas di banyak hal, memang ada juga yang tidak menandatangani segala macam atau misalnya saksinya memang tidak ada," ujar Mellaz.
BACA JUGA:Beredar Foto Ridho-Popo, Ridho Yahya : Kita Lihat Saja Nanti Hasil Survei
BACA JUGA:KPU Sahkan Suara Prabowo-Gibran Unggul di Sumatera Selatan
Kendati demikian, dia menjelaskan penghitungan suara tanpa saksi tetap sah karena adanya dokumen-dokumen autentik seperti formulir C hasil dan D hasil. "Iya dong (tetap sah)," katanya.
Sebelumnya, rapat pleno terbuka mengungkapkan saksi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tidak mau menandatangani formulir D hasil dan berita acara di tingkat Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Ketua KPU Sumsel Andika Pranata Jaya mengatakan, saksi Anies-Muhaimin enggan tanda tangan karena menganggap pencalonan Gibran Rakabuming Raka tidak sah.
Saksi Anies-Muhaimin juga sempat melaporkan keberatan mereka usai pemungutan suara. Namun, Bawaslu menolak laporan tersebut karena dianggap tidak memenuhi syarat.
BACA JUGA:KPU: Rugikan Suara Anies-Muhaimin Terkait Sirekap di Sumsel
BACA JUGA:Airlangga : Niatkan Puasa untuk Meraih Derajat Muttaqin
Hal yang sama juga dilakukan oleh saksi dari pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Andika mengatakan saksi Ganjar-Mahfud merasa keberatan karena menganggap Pilpres 2024 telah mencederai sistem demokrasi yang sudah dibangun selama ini.
Mereka keberatan terhadap seluruh proses pemilu yang diduga penuh rekayasa hukum, keterlibatan aparat, penyalahgunaan bansos, intimidasi hingga politik uang (money politics) yang menjadikan pemilu tidak demokratis.
"Selanjutnya, keberatan terhadap penyelenggaraan pemilu yang tidak profesional, tidak akuntabel serta secara kolektif melakukan pelanggaran," katanya.*