Meskipun pembekuan TDPSE belum berdampak pada operasional TikTok di Indonesia secara langsung, para kreator konten dan pelaku usaha digital mulai menyampaikan kekhawatiran mereka.
Banyak kreator yang menggantungkan pendapatan dari fitur TikTok Live dan TikTok Shop, meski sejak 2024 fitur belanja daring tersebut telah diintegrasikan ke dalam sistem e-commerce lokal.
Beberapa pengguna mengaku khawatir jika pembekuan ini berlanjut hingga ke tahap pemblokiran akses, seperti yang pernah terjadi pada beberapa platform digital pada tahun-tahun sebelumnya.
“Kami berharap TikTok dan pemerintah bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik. Banyak dari kami yang menggantungkan penghasilan di sini,” ujar Rika (27), kreator asal Bandung, saat dihubungi melalui pesan singkat.
Sementara itu, sejumlah analis teknologi menilai langkah Kemkomdigi adalah bagian dari penguatan regulasi ruang digital nasional, terutama dalam menghadapi fenomena monetisasi konten yang rentan disalahgunakan.
“Kebijakan pembekuan TDPSE bisa menjadi sinyal agar semua platform global lebih terbuka terhadap mekanisme pengawasan data. Tapi harus diimbangi dengan transparansi dan kepastian hukum bagi perusahaan,” kata pengamat digital Universitas Indonesia, Damar Arifin.
Isu utama dalam kasus ini sebenarnya bukan sekadar soal teknis perizinan, tetapi terkait transparansi data digital dan tanggung jawab platform global terhadap pengguna di Indonesia.
TikTok, dengan lebih dari 125 juta pengguna aktif bulanan di Indonesia, memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan sistem mereka tidak digunakan untuk aktivitas ilegal, seperti perjudian, penipuan, atau penyebaran konten kekerasan.
Kemkomdigi menilai bahwa pemberian akses data bukan hanya untuk kepentingan pemerintah, melainkan untuk melindungi ruang digital nasional dari potensi penyalahgunaan.
Namun di sisi lain, TikTok juga harus menjaga kepercayaan global terhadap kebijakan privasi pengguna yang menjadi standar perusahaan induknya di berbagai negara.
Menanggapi kekhawatiran publik, Alexander Sabar menegaskan bahwa pembekuan TDPSE bukan bentuk pelarangan TikTok beroperasi, melainkan mekanisme pengawasan administratif agar platform tersebut memenuhi seluruh kewajiban regulatif.
“Kami tidak menghambat inovasi digital. Tapi semua PSE, baik lokal maupun asing, wajib tunduk pada peraturan di Indonesia,” ujarnya.
Alexander menambahkan, TikTok masih memiliki kesempatan untuk mengajukan permohonan normalisasi TDPSE setelah memenuhi kewajiban yang diminta, termasuk menyerahkan data secara lengkap dan memperbarui sistem pelaporan aktivitas monetisasi konten.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Kemkomdigi mengenai batas waktu pembekuan TDPSE TikTok. Namun, sumber di internal kementerian menyebutkan bahwa proses klarifikasi dan evaluasi masih terus berlangsung.
Sementara itu, pihak TikTok berharap dialog dengan pemerintah dapat menghasilkan solusi yang saling menguntungkan tanpa mengganggu kenyamanan pengguna.
“Kami akan terus berkomunikasi secara terbuka dengan otoritas terkait demi memastikan kepatuhan terhadap hukum nasional dan keamanan komunitas TikTok di Indonesia,” tutup juru bicara TikTok.