Di berbagai daerah, kue cucur sering hadir dalam acara adat, pernikahan, hingga upacara keagamaan.
Dalam budaya Betawi, misalnya, kue cucur kerap menjadi hidangan wajib dalam hajatan sebagai simbol rezeki yang melimpah dan keberkahan hidup.
Resep kue cucur pada dasarnya cukup sederhana. Bahan utamanya adalah tepung beras, tepung terigu, gula merah, dan air.
Beberapa daerah menambahkan daun pandan atau garam untuk memberikan aroma wangi dan cita rasa yang lebih kaya.
Proses pembuatannya dimulai dengan mencairkan gula merah hingga menjadi larutan kental, kemudian dicampur dengan tepung beras dan tepung terigu.
Adonan ini harus diaduk rata dan dibiarkan beberapa saat agar teksturnya menjadi elastis.
Setelah itu, adonan dicucurkan ke dalam minyak panas dengan takaran tertentu, lalu digoreng hingga matang.
Keunikan kue cucur terletak pada teksturnya: bagian tengah yang tebal, lembut, dan kenyal, berpadu dengan pinggiran yang tipis serta renyah.
Perpaduan rasa manis dari gula merah membuat jajanan ini sangat digemari dari generasi ke generasi.
Selain sebagai camilan, kue cucur juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Bentuknya yang melebar ketika digoreng dipercaya sebagai lambang kelapangan rezeki.
Sedangkan bagian tengah yang mengembang dianggap sebagai simbol hati yang tulus.
Dalam tradisi masyarakat Betawi, kue cucur selalu hadir dalam acara pernikahan.
Kehadirannya dipercaya membawa doa agar kehidupan rumah tangga pasangan pengantin diberkahi kelapangan rezeki, kebahagiaan, serta keharmonisan.
Tidak hanya di Betawi, di beberapa daerah lain seperti Bali dan Sumatera, kue cucur juga memiliki peran penting dalam upacara adat.
Misalnya, digunakan sebagai sesajen atau hidangan khusus dalam perayaan hari besar keagamaan.
Meski kini jajanan modern dan camilan instan semakin menjamur, kue cucur tetap bertahan dan bahkan semakin populer.