Tradisi membuat wajik sudah menjadi keterampilan turun-temurun bagi banyak keluarga di Cililin, dan hingga kini masih banyak produsen rumahan yang terus memproduksi wajik secara tradisional.
Meskipun zaman sudah modern, proses pembuatan Wajik Cililin masih mengandalkan cara-cara tradisional.
Beras ketan terlebih dahulu direndam semalaman agar teksturnya empuk dan mudah dikukus.
Setelah itu, ketan dikukus hingga setengah matang, lalu dicampur dengan larutan gula merah dan santan kelapa yang telah direbus terlebih dahulu.
Proses pemasakan berlangsung cukup lama dan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak gosong.
Setelah matang, adonan wajik dituangkan ke dalam loyang yang sudah dialasi daun pisang untuk menambah aroma khas.
Setelah dingin, wajik dipotong-potong berbentuk belah ketupat atau persegi panjang, kemudian dibungkus satu per satu dengan plastik bening atau daun pisang, tergantung pada tradisi masing-masing pembuat.
Yang membedakan Wajik Cililin dari wajik-wajik lainnya di Indonesia adalah keseimbangan rasanya yang pas antara manis dan gurih, serta teksturnya yang tidak terlalu lengket di tangan tetapi tetap lembut di mulut.
Selain itu, aroma khas dari daun pisang sebagai alas loyang memberikan nuansa tradisional yang kuat dan menggugah selera.
Bahkan, beberapa produsen Wajik Cililin kini telah berinovasi dengan menambahkan topping seperti wijen, kelapa parut kering, atau varian rasa seperti durian dan pandan agar lebih menarik bagi generasi muda.
Wajik Cililin kini telah menjadi ikon kuliner Bandung Barat dan menjadi oleh-oleh wajib bagi wisatawan yang datang ke kawasan selatan Jawa Barat.
Berbagai sentra produksi Wajik di Kecamatan Cililin aktif memproduksi ribuan potong wajik setiap harinya untuk memenuhi permintaan pasar lokal maupun luar kota.
Beberapa toko oleh-oleh bahkan menjual Wajik Cililin dalam kemasan eksklusif, menjadikannya sebagai buah tangan yang cocok untuk berbagai kalangan.
Harganya pun cukup terjangkau, berkisar antara Rp10.000 hingga Rp30.000 tergantung ukuran dan isi kemasan.
Tak hanya itu, potensi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari produksi wajik ini juga menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat setempat.
Banyak ibu rumah tangga yang berperan aktif dalam proses produksi, dari memasak hingga pengemasan, sehingga mendukung pemberdayaan ekonomi keluarga.