Meski terdengar cukup tinggi, harga tersebut relatif kompetitif jika dibandingkan dengan EV lain di kelasnya seperti Renault 5 EV, Peugeot e-208, BYD Dolphin, dan Ora Good Cat.
Nissan tampaknya membidik konsumen muda urban, pengguna mobil harian, serta pasar-pasar berkembang di Eropa dan Asia Tenggara yang mulai membuka ruang lebih besar untuk EV berukuran kecil.
Salah satu langkah strategis Nissan adalah memproduksi March EV di Prancis, memanfaatkan fasilitas produksi milik aliansi dengan Renault.
Keputusan ini diambil untuk menjamin standar kualitas tinggi, sekaligus mengurangi biaya distribusi ke pasar Eropa.
Namun, Nissan sadar bahwa tantangan besar datang dari produsen EV asal China, yang saat ini agresif merambah pasar Eropa dengan model-model murah dan berkualitas tinggi.
Oleh karena itu, March EV tak hanya dituntut unggul dalam harga dan teknologi, tapi juga desain dan kepraktisan.
Peluncuran March EV adalah bagian dari program besar Nissan Ambition 2030, yang menargetkan 23 model elektrifikasi hingga akhir dekade ini, termasuk 15 model EV murni.
Melalui strategi ini, Nissan berharap dapat:
Mengurangi jejak karbon secara global
Meningkatkan daya saing produk
Menawarkan pilihan EV terjangkau untuk semua segmen
March EV diharapkan menjadi ikon kendaraan urban Nissan dalam dekade mendatang, menggantikan posisi March konvensional yang dulu sangat populer di Indonesia, Filipina, India, dan Eropa.
Meski belum ada pengumuman resmi dari Nissan Indonesia, peluang masuknya Nissan March EV ke pasar Tanah Air tetap terbuka.
Hal ini mengingat Indonesia kini tengah mendorong percepatan transisi kendaraan listrik, baik melalui insentif pemerintah, pembangunan infrastruktur charging, maupun pengurangan pajak untuk kendaraan listrik.
Jika masuk Indonesia, March EV bisa menjadi salah satu opsi EV mungil yang terjangkau di antara merek-merek lain seperti Wuling Air EV, Seres E1, dan Chery EQ1.
Kehadiran March EV akan menjadi nostalgia sekaligus inovasi, menyatukan nama legendaris dalam format masa depan.