BACA JUGA:Sholat Idul Fitri di Masjid Raya Taqwa, Sekda Sumsel Sampaikan
Komang juga berhasil menyentuh sisi kemanusiaan dan sosial. Isu kekerasan dan ketidakadilan hukum yang disorot dalam film ini bukanlah sesuatu yang asing di Indonesia.
Penonton diajak untuk merenung, sekaligus membuka mata bahwa sistem yang ada tidak selalu berpihak pada yang benar, dan di sinilah perjuangan warga kecil menjadi sangat penting.
Dengan alur yang kuat dan penggambaran karakter yang emosional, film ini mampu membangun empati.
Penonton tidak hanya menonton, tapi juga ikut merasakan marah saat sang ibu diabaikan, sedih saat ia diperlakukan tidak adil, dan bangga saat ia terus maju meski nyaris tanpa harapan.
Dari sisi teknis, Komang tampil dengan gaya visual yang sederhana namun efektif.
Warna-warna gelap yang mendominasi adegan memperkuat suasana duka dan perjuangan.
Musik latar yang minimalis namun penuh emosi membuat adegan-adegan kunci semakin menyentuh.
Tidak mengandalkan efek khusus atau adegan spektakuler, Komang justru menang pada kekuatan cerita dan akting para pemerannya.
Gita Novalista tampil luar biasa dalam membawakan peran sebagai ibu yang terluka, namun tetap kuat dan penuh tekad.
Aktingnya membawa emosi yang dalam, membuat penonton mudah terhubung dengan perjuangannya.
Bagi banyak penonton, film ini menjadi pengingat bahwa kehidupan memang tidak mudah, namun memiliki tujuan adalah hal penting yang bisa mengubah segalanya.
Kisah Komang bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja—baik yang sedang menghadapi tantangan dalam hidup, maupun mereka yang sedang mencari makna dalam perjalanan mereka.
Dalam dunia yang sering kali membuat kita merasa kecil dan tak berdaya, Komang hadir sebagai pengingat bahwa harapan dan tekad bisa membawa perubahan.
Seperti yang ditunjukkan sang ibu, perjuangan mungkin tidak mudah, namun ketika kita tahu apa yang kita tuju, kita akan selalu mencari jalan untuk mencapainya.
Film Komang adalah lebih dari sekadar film.