Setelah kejadian, polisi segera melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang digunakan dalam aksi pengeroyokan tersebut.
Beberapa barang bukti yang ditemukan di lokasi adalah celurit panjang, obeng panjang, dan pipa besi yang digunakan oleh para pelaku untuk melakukan pengeroyokan.
Celurit panjang itu digunakan oleh Bima untuk menyerang Hariansyah, namun tak sengaja mengenai tubuh VS.
Bima dan Eki, sebagai pelaku utama, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum.
Kejadian ini tidak hanya merusak kehidupan Hariansyah, yang menjadi korban kekerasan, tetapi juga menghilangkan masa depan seorang anak kecil yang tidak berdaya.
Dalam hal ini, tindakan balas dendam yang didorong oleh dendam dan rasa takut mengakibatkan penderitaan yang mendalam bagi banyak pihak.
Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihartono, menjelaskan bahwa motif dari pengeroyokan tersebut didasari oleh rasa dendam dan ketakutan yang mendalam terhadap ancaman yang dianggap nyata.
“Pelaku Bima merasa tidak senang atas ucapan korban Hariansyah. Pelaku takut dibacok korban lebih dulu makanya dia duluan membacok korban,” ujar Kapolrestabes.
Bima dan Eki dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian, dan Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak yang mengatur perlindungan terhadap anak di bawah umur.
Ancaman hukuman untuk kedua pelaku pun terbilang berat, dengan kemungkinan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Pihak kepolisian berharap agar kejadian tragis ini menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa tindakan kekerasan, meskipun berakar dari rasa dendam atau ketakutan, tetap saja berakibat fatal dan merugikan banyak orang.
Tragedi ini tidak hanya menggambarkan betapa jauh sebuah perasaan dendam dan ketakutan bisa membawa seseorang, tetapi juga menyadarkan kita akan betapa pentingnya sikap sabar dan kepala dingin dalam menghadapi konflik.
Bima, yang merasa terancam dan terhina, memilih untuk membalas dengan kekerasan, tanpa menyadari bahwa tindakannya itu justru merenggut nyawa seorang anak yang tidak bersalah.
Kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga emosi dan berpikir rasional dalam menghadapi permasalahan yang ada, agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
Bagi masyarakat Palembang, tragedi ini akan menjadi pelajaran pahit, bahwa rasa dendam dan ketakutan, meskipun datang dari situasi yang tampaknya tidak terkendali, bisa berujung pada kehancuran yang tak terbayangkan.
Semoga keadilan dapat ditegakkan, dan korban, terutama VS yang menjadi korban tak sengaja, bisa mendapatkan keadilan yang layak.