Di bawah kepemimpinannya, wilayah Lakitan berkembang pesat dalam aspek sosial, budaya, dan ekonomi.
Setelah berhasil menjabat sebagai Pesirah selama bertahun-tahun, Pangeran Abuleman diangkat oleh pemerintah Belanda menjadi seorang Pangeran.
Peningkatan status ini bukan hanya sebuah pengakuan atas kepemimpinannya yang kuat, tetapi juga sebuah simbol penting yang mengakui pengaruh dan peran pentingnya di masyarakat Muara Lakitan.
Dengan status sebagai Pangeran, Abuleman tidak hanya menjadi tokoh yang disegani oleh masyarakat setempat tetapi juga diakui oleh pihak kolonial Belanda.
Sebagai seorang Pangeran, beliau memiliki hak dan kewajiban yang lebih besar. Kehadirannya tidak hanya mengatur tata kehidupan sehari-hari masyarakat tetapi juga menjaga harmoni dan kestabilan di wilayah Marga Sikap Dalam Musi.
Di bawah kepemimpinan Pangeran Abuleman, wilayah Lakitan terus mengalami perkembangan, baik dari segi infrastruktur maupun perdagangan.
Hingga kini, kisah tentang Bujang Jawe, peperangan antara penduduk Lembak Lapan dan suku Pasemah, serta kepemimpinan Pangeran Abuleman menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Muara Lakitan.
Desa ini tidak hanya dikenal karena kekayaan alamnya yang subur, tetapi juga karena budaya dan sejarahnya yang kaya.
Makam Bujang Jawe yang disebut Keramat Bujang Jawe menjadi salah satu tempat bersejarah yang sering dikunjungi oleh masyarakat setempat untuk mengenang sosok pendiri dusun pertama tersebut.
Nama Lakitan, yang diambil dari teriakan penuh semangat Laki Tahan! oleh para perempuan yang mendukung suami-suami mereka, menjadi simbol keberanian, ketangguhan, dan semangat persatuan masyarakat setempat.
Hingga kini, Desa Muara Lakitan dikenal sebagai desa yang menjaga warisan leluhur mereka dengan baik.
Penduduk di sepanjang Sungai Serut hidup rukun, mengandalkan alam sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik dari pertanian maupun perikanan yang melimpah.
Peran perempuan dalam sejarah Lakitan tetap dihargai, dan kisah-kisah keberanian mereka diteruskan dari generasi ke generasi.
Selain itu, sistem marga yang dibentuk pada masa kolonial Belanda masih mempengaruhi struktur sosial dan kultural masyarakat hingga kini.
Lakitan, dengan segala sejarah dan warisan budayanya, adalah bagian penting dari identitas Musi Rawas dan Sumatera Selatan secara keseluruhan.
Muara Lakitan bukan hanya sekadar nama sebuah desa di Musi Rawas; ia adalah saksi bisu dari kisah perjuangan, keberanian, dan kemakmuran yang telah menjadi bagian dari masyarakat Sumatera Selatan selama berabad-abad.