Kenaikan harga daging ini disinyalir akibat meningkatnya biaya pakan ternak dan distribusi yang terhambat.
Telur ayam ras, yang juga menjadi salah satu sumber protein utama, mengalami kenaikan harga yang signifikan, yaitu sebesar 1,65 persen atau Rp470, sehingga harganya menjadi Rp28.490 per kilogram.
Peningkatan harga ini diduga disebabkan oleh permintaan yang lebih tinggi, terutama dari sektor industri makanan yang bersiap menghadapi momen akhir tahun.
Di sektor minyak goreng, terdapat perbedaan tren antara minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah.
Minyak goreng kemasan sederhana mengalami kenaikan harga sebesar 0,99 persen atau Rp180, menjadi Rp18.410 per kilogram.
Kenaikan ini terkait dengan peningkatan harga bahan baku minyak sawit di pasar internasional.
Namun, harga minyak goreng curah justru mengalami penurunan sebesar 0,85 persen atau Rp140, sehingga menjadi Rp16.410 per kilogram.
Penurunan harga ini dipicu oleh peningkatan pasokan minyak sawit domestik yang lebih stabil.
Di sisi lain, harga tepung terigu non-curah mengalami kenaikan sebesar 0,61 persen atau Rp80, menjadi Rp13.170 per kilogram.
Namun, harga tepung terigu curah justru mengalami penurunan sebesar 0,20 persen atau Rp20, menjadi Rp10.120 per kilogram.
Pergerakan harga yang berbeda antara kedua jenis tepung ini berkaitan dengan perbedaan dalam proses produksi dan distribusi.
Kedelai biji kering (impor) yang banyak digunakan dalam produksi tahu dan tempe juga mengalami kenaikan harga sebesar 0,19 persen atau Rp20, menjadi Rp10.730 per kilogram.
Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga kedelai di pasar internasional dan adanya penurunan produksi di negara-negara pemasok.
Jagung, yang merupakan bahan pakan ternak utama, mengalami kenaikan yang cukup signifikan di tingkat peternak.
Harga jagung naik sebesar 3,51 persen atau Rp210, sehingga menjadi Rp6.200 per kilogram.
Kenaikan harga jagung ini berpengaruh langsung terhadap harga produk peternakan seperti daging ayam dan telur, karena jagung merupakan komponen utama dalam pakan ternak.