Memberikan bukti kuat bahwa wilayah ini telah dihuni manusia sejak ribuan tahun lalu.
Selain itu, Gua Tiangko Panjang dan Desa Padang Bidu juga merupakan situs penting dalam menelusuri asal-usul manusia purba di Sumatera Selatan.
Penemuan artefak dari tradisi Acheulean, yang merupakan bagian dari budaya bangsa Monk Khmer yang bermigrasi melalui Sungai Mekong.
BACA JUGA:7 Kabupaten Penghasil Gas Alam Terbesar di Sumatera Selatan : Jantung Energi Gas Alam Indonesia !
BACA JUGA:Indonesia Urutan 15 Negara Paling Gila Bola di Dunia : Nomor 1 Negara Mana ?
Semakin memperkaya pemahaman kita tentang migrasi manusia di wilayah ini. Artefak-artefak ini menunjukkan bahwa Sumatera Selatan telah menjadi bagian penting dari peradaban manusia sejak zaman prasejarah.
Sumatera Selatan juga dikenal dengan julukan Bumi Sriwijaya, yang merujuk pada kejayaan Kerajaan Sriwijaya, salah satu kerajaan maritim terbesar di Nusantara.
Berdiri pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi, Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan kekuatan politik di Asia Tenggara.
Pengaruh Sriwijaya tidak hanya terasa di Nusantara, tetapi juga meluas hingga Asia Selatan dan bahkan ke Benua Afrika, terutama Madagaskar.
Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya menguasai jalur perdagangan laut yang strategis, seperti Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, menjadikannya kekuatan besar dalam perdagangan rempah-rempah, emas.
Serta komoditas berharga lainnya. Selain itu, Sriwijaya juga berperan sebagai pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara, yang terbukti dari berbagai prasasti dan candi yang ditemukan di wilayahnya.
Hubungan erat kerajaan ini dengan para biksu dan pelajar dari India menegaskan bahwa Sriwijaya juga merupakan pusat pembelajaran dan spiritualitas.
Seiring dengan kemunduran Sriwijaya pada abad ke-13, kekuasaan di wilayah Sumatera Selatan mulai berpindah tangan.
Pada periode ini, wilayah Sumatera Selatan sempat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar di Nusantara.
Namun, setelah runtuhnya Majapahit pada abad ke-14, wilayah ini mengalami ketidakstabilan dan menjadi sasaran serangan bajak laut yang datang dari berbagai penjuru, terutama dari negeri Cina.
Para bajak laut ini sering kali menggunakan wilayah strategis di sekitar Selat Malaka dan Laut Cina Selatan untuk melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal dagang yang melewati wilayah tersebut.