Perjalanan menuju penggunaan sorgum sebagai bioetanol bukanlah tanpa tantangan.
Disadari bahwa masih ada beberapa hambatan yang harus dihadapi, seperti kesadaran masyarakat yang masih rendah, serta kebutuhan akan investasi untuk penelitian dan pengembangan.
Meskipun demikian, tantangan itu justru menjadi pemacu bagi tim untuk bekerja lebih keras.
Melalui dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, pengembangan bioetanol dari sorgum akan semakin berkembang.
Dengan upaya kuat dan kerja sama semua pihak, semua ikhtiar tersebut bisa diwujudkan dengan mudah.
Kisah sorgum adalah kisah tentang potensi, tentang perubahan, dan tentang masa depan yang lebih baik.
Di setiap helai daunnya, terukir harapan akan dunia yang lebih bersih dan lebih berkelanjutan.
Seperti tanaman yang tumbuh dengan tangguh di setiap medan dan cuaca, semangat untuk mengembangkan bioetanol dari sorgum akan terus tumbuh, menjadi bagian dari perjalanan Indonesia menuju energi terbarukan yang sesungguhnya.
Selaras dengan itu, Direktur Manajemen Risiko Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Iin Febrian menjelaskan kapasitas produksi etanol nasional, saat ini mencapai sekitar 180 ribu kiloliter per tahun, sedangkan kebutuhan etanol 5 persen (E5) saat ini mencapai 1,9 juta kiloliter per tahun dan akan berlipat ganda apabila diterapkan E10.
Dalam jangka pendek sampai dengan panjang, Pertamina NRE masih akan menargetkan pembangunan pabrik bioetanol baru dengan harapan akan memperkecil jurang antara suplai dan kebutuhan nasional.
Bukan sekadar cerita, pengisian perdana dan test drive bioethanol Pertamina-Toyota dilakukan di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024.
Uji coba itu menggunakan bioethanol 100 persen (E100) bersumber dari batang tanaman sorgum.
Bahan bakar alternatif E100 digunakan pada kendaraan Flexy Fuel Vehicle Toyota.
Keunggulan bioethanol pada mobil FFV itu, di antaranya peningkatan performa, pembakaran lebih sempurna, dan emisi rendah. (ant)