Galamai memiliki tekstur yang lebih kenyal dan biasanya disajikan dalam bentuk potongan besar yang dibungkus daun pisang atau plastik.
Di Kalimantan Selatan, dodol khas Banjar juga memiliki cita rasa yang berbeda.
Bahan dasar dodol Banjar adalah ketan, santan, dan gula merah, namun biasanya ditambahkan dengan aroma khas dari pandan sehingga memberikan aroma yang harum dan menggugah selera.
Selain itu, ada pula dodol dengan tambahan bahan lokal seperti buah cempedak atau durian, yang membuatnya semakin istimewa.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dodol tidak hanya berperan sebagai makanan manis biasa, tetapi juga memiliki makna simbolis.
Makanan ini sering kali dijadikan suguhan pada acara-acara penting, seperti perayaan hari besar agama dan adat.
Di beberapa daerah, dodol menjadi bagian dari seserahan dalam upacara pernikahan.
Hal ini karena dodol dianggap sebagai simbol kesabaran, mengingat proses pembuatannya yang membutuhkan waktu dan ketelatenan.
Selain itu, di beberapa daerah seperti di Garut dan Betawi, pembuatan dodol secara tradisional dilakukan secara gotong royong, melibatkan seluruh anggota keluarga dan masyarakat sekitar.
Proses ini tidak hanya sekadar membuat makanan, tetapi juga mempererat tali persaudaraan dan keakraban antarwarga.
Kebersamaan dalam membuat dodol menjadi salah satu bentuk kekayaan budaya yang terus dilestarikan hingga saat ini.
Selain perannya dalam budaya dan tradisi, dodol juga menjadi salah satu produk unggulan yang diandalkan sebagai oleh-oleh khas daerah.
Di Garut, dodol sudah menjadi salah satu ikon kuliner yang dikenal luas, bahkan hingga mancanegara.
Dodol Garut biasanya dikemas dalam bentuk yang menarik dan praktis, sehingga mudah dibawa sebagai buah tangan bagi wisatawan yang berkunjung.
Dodol Betawi, meskipun tidak sepopuler dodol Garut, juga menjadi salah satu kuliner khas yang sering diburu saat ada perayaan-perayaan besar, seperti Lebaran Betawi.
Rasanya yang legit dan tahan lama menjadikan dodol sebagai pilihan yang tepat untuk dijadikan oleh-oleh.