Hikmah Kehidupan: Saat Allah Menghendaki Kebaikan pada Diri Kita

Minggu 08 Sep 2024 - 08:02 WIB
Reporter : Mulyawan
Editor : Dahlia

Di saat yang sama, hamba yang Allah kehendaki kebaikan juga akan menyaksikan betapa luas karunia dan rahmat Allah. Ia menyadari bahwa segala sesuatu yang ia miliki—baik itu nikmat duniawi maupun ukhrawi—adalah semata-mata pemberian dari Allah.

Ini adalah tanda dari sikap musyahadatul minnah, yaitu mengingat dan menyaksikan karunia Allah. Kesadaran ini mendorongnya untuk senantiasa bersyukur, memuji, dan mencintai Allah.

Dalam perjalanan hidupnya, seorang hamba harus berjalan dengan dua "sayap" yang seimbang, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim: sayap perasaan rendah diri dan sayap menyaksikan karunia Allah.

Hamba yang hanya memiliki salah satu dari kedua sayap ini bagaikan burung yang kehilangan salah satu sayapnya, ia tidak akan bisa terbang atau menjalani kehidupannya dengan seimbang.

BACA JUGA:Masa Futur? Ini Cara Menjaga Iman dan Menghindari Dosa

BACA JUGA:Keutamaan Dzikir Ketika Terbangun di Tengah Malam: Menggapai Ampunan dan Doa yang Dikabulkan

4. Keseimbangan Antara Mengingat Karunia dan Memeriksa Aib Diri

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa orang yang mengenal Allah adalah orang yang berjalan menuju Allah dengan dua sikap penting: selalu mengingat karunia Allah (musyahadatul minnah) dan selalu memeriksa aib diri serta amalnya (muthola’atu aibin nafsi wal amal).

Keseimbangan antara keduanya merupakan ciri khas dari hamba yang memahami hakikat perjalanan menuju Allah.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menjelaskan pentingnya keseimbangan ini dalam sebuah doa yang dikenal sebagai Sayyidul Istighfar. Di dalam doa ini, seorang hamba mengakui nikmat Allah kepadanya sekaligus mengakui dosa-dosanya.

Pengakuan atas nikmat-Nya mendorong rasa syukur, sementara pengakuan atas dosa mendorong perasaan rendah diri dan kebutuhan akan ampunan Allah.

BACA JUGA:Keutamaan Dzikir Ketika Terbangun di Tengah Malam: Menggapai Ampunan dan Doa yang Dikabulkan

BACA JUGA:Ketika Harapan Tak Terpenuhi: Menemukan Kebahagiaan dengan Iman kepada Qadha dan Qadar

5. Membuahkan Cinta dan Perendahan Diri yang Sempurna

Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa sikap musyahadatul minnah akan membuahkan kecintaan yang sempurna kepada Allah. Seorang hamba yang senantiasa mengingat nikmat Allah akan merasakan cinta yang mendalam kepada Sang Pemberi Nikmat.

Di sisi lain, muthola’atu aibin nafsi wal amal akan membuahkan perasaan rendah diri yang sempurna. Hamba tersebut akan selalu merasa butuh kepada Allah dan tidak akan pernah melihat dirinya sebagai sosok yang sempurna.

Kategori :