Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa biaya pembuatan aplikasi tersebut hanya sekitar Rp 5 juta.
Dari total anggaran yang ada, sekitar Rp 2,1 miliar diduga mengalir ke pihak DPMD dan Muhammad Arief, yang berperan sebagai penghubung antara DPMD dan CV. Mujio Punakawan.
Temuan ini mengungkap adanya pelanggaran terhadap aturan dan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa.
BACA JUGA:Kejari Naikkan Status Dugaan Korupsi di Dispora OKI ke Tahap Penyidikan
BACA JUGA: Roy Riyadi Masuk 3 Besar Nominator Adhyaksa Awards 2024 : Jaksa Tangguh Pemberantas Korupsi !
Roy Riady menegaskan bahwa dalam pengadaan aplikasi SANTAN, tidak dilakukan survei harga pasar dan survei terhadap penyedia jasa yang kompeten.
"Desa-desa yang terlibat dalam pengadaan ini diarahkan oleh Dinas PMD untuk memilih penyedia yang sudah ditentukan, sehingga proses pengadaan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," jelasnya.
Lebih lanjut, tidak ada sosialisasi yang memadai kepada masyarakat mengenai aplikasi ini, dan supervisi dari DPMD juga tidak dilakukan.
Akibatnya, aplikasi yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat desa ini tidak digunakan sama sekali dan tidak dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pengadaan aplikasi tersebut hanya menjadi formalitas yang tidak memberikan manfaat nyata.
Dalam penyelidikan yang dilakukan, ditemukan indikasi bahwa pengadaan aplikasi SANTAN ini telah diatur sedemikian rupa oleh DPMD Musi Banyuasin.
Meskipun terlihat seolah-olah desa yang menganggarkan, pada kenyataannya DPMD yang memfasilitasi seluruh proses pengadaan agar sesuai dengan skenario yang telah dirancang.
"Pengaturan ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang oleh pihak Dinas PMD yang bekerja sama dengan pihak penyedia aplikasi. Ini adalah bentuk korupsi yang sangat merugikan keuangan daerah dan masyarakat," tambah Roy.
Atas perbuatannya, Richard Cahyadi dan para tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Ancaman hukuman maksimal yang dihadapi oleh Richard Cahyadi adalah 20 tahun penjara.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat besarnya dana yang diselewengkan serta dampak buruknya terhadap pembangunan desa di Kabupaten Musi Banyuasin.