Sengketa Pilpres dan Optimisme MK
Mahkamah Konsitusi optimis dapat mengembalikan kepercayaan publik dalam menangani sengketa pemilu-Foto: Antara-
Lebih dari itu, perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) khususnya Pilpres 2024 merupakan bagian dari penghormatan terhadap konstitusi yang dijamin oleh undang-undang.
BACA JUGA:Awas ! DBD Terus Mengintai Kita
BACA JUGA:Tips Aman Mudik Lebaran 2024 : Berikut 10 Imbauan 10 dari Pemerintah yang Wajib Dipatuhi !
Simabura yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Unand tersebut menyatakan jika dilihat dari dalil-dalil hukum yang diajukan kedua penggugat, dapat ditarik sebuah benang merah terkait syarat formal dari pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Kubu Anies maupun kubu Ganjar sama-sama ingin membuktikan di persidangan bahwa putra sulung Presiden Jokowi tersebut cacat syarat formal dalam proses pencalonan.
Hal itu diperkuat dengan putusan Majelis Kehormatan MK atau MKMK yang kala itu diketuai oleh Jimly Asshiddiqie didampingi Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih.
Sidang MKMK memutuskan Anwar Usman yang pada saat itu masih menjabat sebagai Ketua MK dengan status hakim terlapor bersalah.
MKMK juga memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Tidak hanya itu, Charles mengatakan penjatuhan sanksi peringatan keras terhadap Ketua KPU Hasyim Asy'ari, dan enam anggotanya terkait pencalonan Gibran oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), juga bisa menjadi alasan kuat kubu 01 dan 03 melayangkan gugatan ke MK.
Dari berbagai rentetan dan dinamika hukum dan politik yang terjadi selama proses Pemilu 2024, sidang PHPU menjadi momentum bagi MK--yang merupakan anak kandung reformasi--untuk membuktikan masih pantas dan layak menjaga konstitusi di Indonesia.
"Ini momentum untuk mengembalikan citra MK dengan memberikan keputusan yang bisa menjawab keresahan publik," ujarnya.
Optimistis
Jika merujuk Pasal 50 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 tentang tata beracara dalam perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden diputuskan dalam tenggang waktu 14 hari kerja sejak permohonan tercatat di buku registrasi perkara konstitusi elektronik.
Melihat tenggat waktu yang dimiliki MK untuk menyidangkan dua perkara sekaligus, sebagian pihak pesimistis bahwa gugatan untuk mencari keadilan sulit dibuktikan.
Namun, sekecil apa pun peluang gugatan tersebut diterima, sebagai suatu langkah hukum maka siapa saja harus optimistis terhadap perjuangan yang dilakukan penggugat.