Maut Datang Usai Nekat Telanjangi Nukit Tapanuli

Bukit yang longsor di Kelurahan Hutanabolon, Tukka, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara-Foto : M Riezko Bima Elko Prasetyo/antara -

Oleh : M. Riezko Bima Elko Prasetyo*

BUKIT-bukit Tapanuli mungkin memang terlalu seksi.

Semua yang ditanam bisa tumbuh subur, sehingga banyak manusia tergoda menjamah hingga menelanjanginya.

Mereka mengupasnya sedikit demi sedikit, lalu banyak demi banyak, sampai kulit alam itu kehilangan warna hijau yang selama ini menutupinya seperti kain panjang yang diwariskan dari ratusan musim.

Pada akhirnya, manusia pula yang terbaring di bawah tumpukan tanah yang mereka telanjangi sendiri. Tidak ada ironi yang lebih sunyi daripada itu.

Dari kejauhan, tubuh-tubuh bukit yang menjulang itu seperti memendam janji: Janji tanah subur. Janji panen. Janji jalan pintas menuju rezeki yang cepat.

Semua terlihat jelas bagi mereka yang memandang dari balik kalkulator, sehingga keberanian atau kenekatan tiba-tiba terasa masuk akal ketika gergaji mesin mulai meraung setiap pagi.

Bukit tidak berkata apa-apa. Hanya diam. Sunyi itu kadang lebih menakutkan daripada amarah.

Kini, ketika menatap lereng-lereng yang retak seperti kulit yang dipaksa mengelupas, siapa pun akan tahu bahwa kesabaran alam telah lama mengering.

Tanah yang tadinya tenang menahan hujan, menahan musim, kini tidak lagi punya pegangan.

Tidak perlu hujan lebat berhari-hari.

Kadang-kadang hanya gerimis satu malam pun sudah cukup membuatnya menyerah.

Pergerakannya pelan pada awalnya, seperti orang tua yang berdiri dari duduknya. Lalu tiba-tiba, ia runtuh tanpa suara Tanpa sempat mengeluh.

Tanah tidak membalas. Ia hanya mencari keseimbangannya sendiri.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan