Guru dan Negara Bersatu Cegah Perundungan
Ilustrasi kasus hingga murid SDN 108 Kota Pekanbaru meninggal dunia diduga akibat perundungan-Foto : ANTARA-
"Inti persoalannya kenapa perundungan di sekolah berkembang, meskipun sudah ada protap-protap tentang mengatasi kekerasan di sekolah karena lingkungan keluarga itu bermasalah," tambahnya.
BACA JUGA:Aturan Baru Biosolar Kurangi Kemacetan, Pemprov Sumsel Pastikan Distribusi Tetap Lancar
Untuk menghadapi situasi ini, dia menekankan pendekatan dengan gaya otoriter yang dilakukan guru sudah tidak efektif lagi untuk dilakukan.
Guru dituntut menjadi fasilitator yang mendorong anak tumbuh dan berkembang tanpa menggunakan kekerasan verbal maupun fisik.
Di sisi lain, untuk bisa menjadi pengayom bagi siswa dengan kondisi mental yang beragam, guru sendiri harus memiliki mental yang kuat dan wawasan kebangsaan yang luas.
BACA JUGA:Rakor PBJ Sumsel 2025: KPK–BPKP Perkuat Tata Kelola untuk Cegah Korupsi Pengadaan
Oleh karena itu, dia meminta para guru untuk menggali literasi sejarah agar pemahaman akan nilai-nilai luhur bangsa menguat.
Dengan demikian, guru tidak akan terbawa arus, melainkan mampu menjadi jangkar bagi siswanya.
"Kuncinya, guru perlu membaca banyak hal, terutama biografi para pendiri bangsa sehingga bisa memahami jiwa kebangsaan, bagaimana negara ini dibentuk," ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan perlu ada pedoman khusus untuk mengatasi dan mengatur mengenai masalah perundungan, karena trennya di Indonesia sudah semakin meningkat.
Dia mengatakan bahwa serangkaian peristiwa perundungan yang terjadi di sekolah sudah harus menjadi alarm nasional, karena kasus-kasus yang terjadi semakin memprihatinkan.
Untuk itu diperlukan penanganan komprehensif untuk mengurangi dan mencegah perundungan.
"Ini merupakan alarm nasional bahwa kekerasan di lingkungan sekolah telah mencapai tahap yang fatal, bukan lagi sekadar perilaku bermasalah antar siswa,” kata Puan di Jakarta.
Dia menilai kasus perundungan di sekolah saat ini justru meningkat dan beberapa diantaranya berujung pada luka berat, trauma psikologis, hingga kematian.
Menurut dia, banyak kasus menunjukkan bahwa perundungan terjadi karena lemahnya pengawasan lingkungan sekolah, kurangnya pendampingan karakter, dan pengaruh negatif digital yang tidak tersaring.