Ketika Judol Bertemu Pinjol

Ketika Judol Bertemu Pinjol-foto:dokumen palpos-
BACA JUGA:Gibran Ngantor di Papua?
Di sinilah lingkaran itu mengunci korbannya. Utang pinjol yang membengkak akibat bunga dan denda menciptakan tekanan finansial dan psikologis baru, yang tragisnya, dapat mendorong seseorang semakin dalam ke jurang judol.
Data membuka tabir
Skala dari kedua fenomena ini telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkap data perputaran dana judi online yang menunjukkan akselerasi luar biasa.
Ia menyebutkan bahwa angka perputaran dana yang pada semester pertama 2024 berada di level Rp174 triliun, telah melonjak drastis hingga mencapai Rp283 triliun pada semester kedua 2024.
Peningkatan tajam dalam waktu yang sangat singkat ini menunjukkan betapa masif dan cepatnya uang masyarakat tersedot ke dalam pusaran judol.
Lebih dalam lagi, data demografi pemain judol periode 2017-2023 melukiskan gambaran yang suram mengenai siapa saja yang terjerat.
Kelompok usia paling produktif (30-50 tahun) mendominasi dengan porsi 40,18 persen, merusak pilar ekonomi keluarga. Diikuti oleh kelompok usia di atas 50 tahun sebanyak 33,98 persen yang seharusnya menikmati masa tua dengan tenang.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah infiltrasi ke generasi muda: kelompok usia 21-30 tahun mencapai 12,82 persen, usia 10-20 tahun sebesar 10,97 persen, dan bahkan anak-anak di bawah 10 tahun tercatat sebanyak 2,02 persen.
Ini adalah bom waktu demografis yang mengancam masa depan bangsa.
Sementara di sisi lain, ekosistem pinjol juga menunjukkan skala yang tak kalah masif. Per Mei 2025, industri pinjol legal mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp82,59 triliun.
Namun, di balik angka ini, tingkat risiko kredit macet (TWP90) menunjukkan tren kenaikan menjadi 3,19 persen, sebuah sinyal adanya tantangan dalam kemampuan bayar di kalangan peminjam.
Konsekuensi nyata
Dampak dari persinggungan judol dan pinjol ini bukanlah isapan jempol. Salah satu konsekuensi paling nyata adalah terhambatnya akses masyarakat terhadap produk keuangan yang lebih produktif.