Bongkol Ketan Penganan Tradisional yang Kian Langka namun Penuh Cita Rasa dan Makna Budaya

Aroma daun pisang, legitnya ketan, dan sentuhan santan gurih.-foto:Istimewa-
BACA JUGA:Kue Sajlu Cita Rasa Tradisional yang Kian Langka Namun Tetap Dicari Pecinta Kuliner
Berikut proses singkat pembuatannya:
Rendam beras ketan semalaman agar tekstur lebih empuk.
Kukus ketan hingga setengah matang, kemudian aduk dengan santan yang telah dimasak bersama daun pandan dan sedikit garam.
Setelah meresap, kukus kembali hingga matang.
Ambil selembar daun pisang, beri satu sendok ketan, dan lipat membentuk silinder atau lonjong.
Kukus kembali selama 10–15 menit agar daun pisang meresap aromanya ke dalam ketan.
Hasilnya, bongkol ketan yang harum, legit, dan menggugah selera.
Tak hanya soal rasa, bongkol ketan juga mengandung filosofi yang kuat. Dalam tradisi Minang, ketan melambangkan persatuan karena lengket dan sulit dipisahkan
. Itulah sebabnya bongkol ketan sering hadir dalam acara pernikahan dan syukuran.
Dalam konteks budaya Jawa, keberadaan bongkol ketan juga erat kaitannya dengan gotong royong, karena proses pembuatannya sering melibatkan seluruh anggota keluarga atau tetangga, terutama menjelang acara besar seperti lebaran atau sedekahan desa.
Sayangnya, keberadaan bongkol ketan kian langka.
Anak muda lebih memilih makanan instan atau viral dari media sosial. Penjual bongkol ketan pun makin sedikit karena proses produksinya yang rumit dan tidak secepat pembuatan kue modern.
Namun demikian, beberapa komunitas pecinta kuliner tradisional mulai mengampanyekan pelestarian makanan lokal, termasuk bongkol ketan.
Mereka mengadakan pelatihan, lomba masak, hingga bazar kuliner untuk memperkenalkan kembali cita rasa warisan leluhur ini.