Di Balik Insentif dan Keunggulan Mengapa Mobil Listrik Bekas Cepat Kehilangan Nilai

Di Balik Insentif dan Keunggulan, Mengapa Mobil Listrik Bekas Cepat Kehilangan Nilai- Foto: @facebook_Hyundai IONIQ INDONESIA-
KORANPALPOS.COM - Meski popularitas mobil listrik di Indonesia terus meningkat berkat berbagai insentif dan keunggulan operasional, realitas di pasar mobil bekas justru menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Kendaraan listrik (EV) yang baru dibeli dengan harga tinggi, hanya dalam hitungan bulan bisa mengalami depresiasi harga hingga belasan juta rupiah per bulan.
Fenomena ini membuat calon pembeli maupun pemilik mobil listrik berpikir ulang sebelum melakukan transaksi jual beli di pasar sekunder.
BACA JUGA:MAB SF B02 dan SF T01: Langkah Nyata Anak Bangsa Menuju Era Mobilitas Hijau
BACA JUGA:Suzuki Jimny 5 Pintu Terbaru 2025: Desain Ikonik, Performa Tangguh, dan Fitur Modern !
Insentif dan Keunggulan Operasional Tak Cukup Mengangkat Nilai Bekas
Pemerintah Indonesia telah mendorong adopsi mobil listrik secara masif melalui sejumlah insentif. Mulai dari pembebasan pajak, insentif impor, hingga keringanan aturan ganjil-genap di sejumlah kota besar.
Mobil listrik juga menawarkan biaya operasional yang jauh lebih murah dibanding mobil bermesin bensin atau diesel.
BACA JUGA:Hyundai H-1 Vs Toyota Hiace : Duel MPV Besar, Mana yang Lebih Cocok untuk Kebutuhan Anda ?
Tanpa perlu isi BBM, tanpa pergantian oli rutin, dan emisi karbon yang nol, EV digadang-gadang sebagai masa depan otomotif Tanah Air.
Namun sayangnya, keunggulan-keunggulan tersebut tampaknya tidak serta merta menjadikan mobil listrik bekas sebagai barang buruan di pasar.
Justru sebaliknya, depresiasi atau penurunan nilai jual mobil listrik bekas cenderung lebih tajam dan cepat dibanding mobil konvensional maupun hybrid.
BACA JUGA:Toyota Rush GR Sport Vs Suzuki Jimny 5 Pintu: Siapa Raja Jalan Rusak dan Medan Ekstrem?