Menjamin Hak Berhaji Kaum Disabilitas

Ilustrasi Ibadah Haji-Foto : Istimewa-

Bagaimanapun, Tini tetap bersyukur bahwa akhirnya ia bisa berangkat ke Tanah Suci dan menjalankan rukun Islam kelima yang sudah 13 tahun diimpikannya.

Ia berjanji akan memanjatkan doa-doa terbaik bagi teman-teman disabilitasnya, agar dapat berhaji seperti dirinya.

Implementasi haji ramah disabilitas, sebenarnya bukan sekadar pemenuhan fasilitas fisik saja, melainkan perlunya perubahan cara pandang (mind set) penyelenggara dan petugas haji terhadap kaum disabilitas, terutama disabilitas yang tidak kasat mata, seperti disabilitas sensorik, intelektual dan mental

Kebutuhan pendampingan bagi jamaah disabilitas bisu-tuli, jamaah dengan gangguan mental, ataupun tuna netra, masih jauh dari memadai.

Idealnya petugas haji yang direkrut untuk kebutuhan para difabel memahami dan terlatih untuk melayani mereka sesuai dengan tingkat disabilitasnya.

Seharusnya juga, petugas haji yang mendampingi jamaah tuna rungu, dapat memahami bahasa isyarat dengan tingkat yang memadai.

Demikian juga petugas untuk jamaah dengan kesehatan mental, mereka harus bisa menjadi pendamping yang baik dan menenangkan, ketika jamaah dengan disabilitas mental mengalami serangan panik.

Para petugas haji pendamping bukan hanya perlu ketahanan fisik untuk siap melayani, tapi mereka juga harus siap secara mental untuk melayani para disabilitas.

Keterampilan mereka dalam pendampingan dan perspektif disabilitas ini yang belum dipenuhi pemerintah.

Pelibatan Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam penyelenggaraan haji kali ini sangat diapresiasi, karena ia dapat memberikan edukasi kepada para petugas terkait pelayanan disabilitas, dengan spektrum disabilitas yang beragam.

Kehadiran petugas haji dari kelompok disabilitas sebagai bagian PPIH 2025, seperti Dante dan Deka Kurniawan diharapkan dapat memberikan perspektif kepada petugas terkait pelayanan bagi disabilitas.

Muchlis Hanafi juga sangat mengharapkan kehadiran KND dapat memperkuat inklusifitas layanan haji Indonesia yang ramah lansia dan disabilitas.

Upaya signifikan dalam mewujudkan haji ramah disabilitas dan lansia adalah dengan penerapan skema Murur, Safari Wukuf, dan Tanazul dalam pelaksanaan puncak haji bagi jamaah haji yang sakit, lansia, dan difabel.

Murur merupakan inovasi pergerakan jamaah saat puncak ibadah haji, di mana jamaah yang memiliki keterbatasan fisik, setelah wukuf di Arafah selesai langsung diangkut menuju Mina, tanpa harus mabit atau bermalam di Muzdalifah.

Skema tanazul juga merupakan upaya meningkatkan kenyamanan jamaah, di mana jamaah haji tidak perlu harus menginap di tenda-tenda di Mina, melainkan dapat tinggal di hotel dekat jamarat, atau area melempar jumrah. Hal ini dilakukan demi mengurangi kepadatan saat mabit di Mina.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan