Polemik TNI di Kejaksaan : Sinergitas Antarlembaga atau Ancaman Supremasi Sipil?

Polemik TNI di Kejaksaan : Sinergitas Antarlembaga atau Ancaman Supremasi Sipil?-Foto : Istimewa-
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menegaskan bahwa langkah TNI dalam mendukung pengamanan kejaksaan harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai hukum.
"TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum. Pengamanan boleh dilakukan, tapi hanya sebatas pada aspek keamanan fisik institusi dan harus bersifat temporer," ujar Hasanuddin.
BACA JUGA:Pastikan Stok Hewan Kurban Aman untuk Idul Adha 1446 H
BACA JUGA:Belajar dari Fenomena Kemenangan Kotak Kosong Pilkada Serentak 2024
Hasanuddin menekankan bahwa dasar hukum pengamanan terhadap kejaksaan telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Kejaksaan, di mana pengamanan menjadi wewenang Polri.
Ia menyoroti lambatnya penyusunan Peraturan Presiden sebagai aturan turunan, yang menyebabkan kekosongan pelaksana teknis.
"Karena belum ada Perpres, saya rasa wajar jika Presiden menggunakan kewenangan diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UUD 1945," imbuhnya.
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta TNI dan Kejaksaan Agung memberikan penjelasan terbuka kepada publik terkait kebijakan ini.
"Penempatan prajurit TNI di kejaksaan harus dijelaskan secara rinci. Apakah ini memang SOP yang berlaku atau bukan? Masyarakat berhak tahu," ujarnya pada Jumat (16/5).
Puan menegaskan pentingnya transparansi untuk menghindari kesalahpahaman dan spekulasi liar. "Kita tidak ingin muncul fitnah atau opini liar di masyarakat," ujarnya.
Kebijakan ini berangkat dari Nota Kesepahaman (MoU) antara TNI dan Kejaksaan RI yang ditandatangani pada 6 April 2023.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menindaklanjuti kerja sama tersebut melalui surat telegram pada 6 Mei 2025, memerintahkan pengerahan personel untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.
Dalam surat telegram tersebut, dirinci bahwa satu SST (Satuan Setingkat Peleton) atau sekitar 30 personel akan ditempatkan di tiap Kejati, dan satu regu (sekitar 10 personel) di tiap Kejari.
Mayjen Kristomei Sianturi, Kapuspen TNI, menegaskan bahwa penugasan ini bersifat preventif, bukan militerisasi.
"Ini hanya pengamanan fisik, bukan ikut campur dalam proses hukum. MoU sudah jelas mengatur batas tugas," tegas Kristomei.