Dokter Sebut 30 hingga 60 Persen Balita Kena Maloklusi

Dokter spesialis gigi anak lulusan Universitas Indonesia drg. Aliyah, Sp.KGA saat menjelaskan pentingnya merawat gigi anak sejak bayi dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (28/4/2025).-Foto : ANTARA -
KORANPALPOS.COM - Dokter spesialis kedokteran gigi anak lulusan Universitas Indonesia drg. Aliyah, Sp.KGA menyebutkan sebesar 30-60 persen anak Indonesia yang berusia di bawah tiga tahun terkena maloklusi berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023.
"Maloklusi itu prevalensinya itu sangat tinggi, sekitar 80 persen dari masyarakat Indonesia menurut SKI 2023. Kebayang ya bahwa salah satu dari kita saja itu terkena maloklusi dengan prevalensi 30-60 persen itu anak di bawah 3 tahun," kata Aliyah dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Aliyah menjelaskan bahwa maloklusi adalah ketidaksesuaian atau ketidaknormalan posisi gigi pada rahang atas dan bawah saat bertemu.
Sementara mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), maloklusi adalah cacat atau gangguan fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang memerlukan perawatan.
BACA JUGA:Obati Penyakit Tifus dan TBC dengan Cacing Tanah
BACA JUGA:Obati Penyakit Hepatitis dan Ginjal dengan Jus Kentang Mentah
Faktor risiko yang menyebabkan anak terkena maloklusi beberapa di antaranya yaitu pemilihan dot yang kurang tepat saat periode tumbuh kembang anak, lama dan frekuensi penggunaan dot yang tidak sesuai atau kebiasaan yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang rahang anak sampai dengan adanya gigi berlubang yang menyebabkan gigi susu lepas sebelum waktunya.
Bisa juga dikarenakan kebiasaan mengisap jari, penggunaan dot yang tidak tepat hingga faktor genetik.
"Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memilih produk perawatan gigi yang sesuai sejak dini, seperti penggunaan infant toothbrush untuk membersihkan lidah, memijat gusi, dan menyikat gigi pertama anak," ucap Aliyah.
Aliyah menyarankan orang tua untuk memilih dot yang tepat dan dirancang dengan dot orthodontic yang mempunyai mekanisme yang menyerupai metode menyusu langsung (DBF), sehingga anak tidak bingung puting, mencegah tersedang dan teruji klinis mencegah maloklusi.
BACA JUGA:Petai : Kelezatan dan Manfaat yang Tak Terduga untuk Kesehatan
BACA JUGA:Sembuhkan Rematik dan Cegah Anemia dengan Daun Seledri
Dot dengan desain pipih itu pun akan membantu mencegah overbite atau underbite, mendukung gerakan menghisap (sucking motion) yang alami yang sering muncul saat si kecil beralih antara menyusu langsung dan botol.
"Pemilihan produk yang tepat bukan sekadar soal fungsi, tapi juga merupakan bentuk cinta act of service orang tua kepada anak dalam rutinitas sehari-hari," kata dia.