Tidak Ada Ruang Bagi Dwifungsi TNI dalam Revisi UU

Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Rabu (26/3/2025). -Foto : ANTARA -

Dalam dialog tersebut, Presiden menegaskan bahwa tidak ada motif politik atau militeristik dalam revisi UU TNI.

“Inti RUU TNI ini sebetulnya hanya memperpanjang usia pensiun beberapa perwira tinggi. Enggak ada niat TNI mau dwifungsi lagi. Come on, nonsense itu saya katakan,” ujar Prabowo.

BACA JUGA:Kebijakan Tarif Trump Momentum Perkuat Pariwisata RI

BACA JUGA:BKN Apresiasi ASN Tetap Kerja dan Produktif Selama Libur Lebaran

Presiden juga menjelaskan bahwa penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil sangat dibatasi dan hanya dimungkinkan untuk posisi yang memiliki relevansi langsung dengan keahlian militer, terutama yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara.

Untuk jabatan lain di luar konteks tersebut, prajurit harus lebih dulu mengajukan pensiun dini.

“Kita tidak boleh menyamakan era sekarang dengan masa lalu. Reformasi TNI sudah berjalan dan harus terus dijaga. Tapi kita juga butuh fleksibilitas dalam menghadapi ancaman baru, seperti perang siber, terorisme lintas batas, dan bencana non-militer. Inilah konteks revisi itu,” tambah Presiden.

Adapun Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 pada Kamis (20/3/2025) secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi undang-undang. Revisi UU tersebut menitikberatkan pada beberapa hal strategis:

1. Perpanjangan usia pensiun perwira tinggi, dari sebelumnya 58 tahun menjadi 60 tahun, serta prajurit dengan keahlian tertentu seperti tenaga kesehatan dan intelijen hingga usia 62 tahun.

2. Pengaturan pengabdian prajurit aktif di luar struktur TNI, dengan persyaratan ketat dan tetap dalam koordinasi Panglima TNI serta persetujuan Presiden.

3. Penguatan peran TNI dalam mendukung program pemerintah, khususnya di bidang pertahanan non-militer seperti penanggulangan bencana, pembangunan wilayah perbatasan, dan keamanan maritim.

Meskipun pernyataan Presiden dan anggota DPR RI seperti Dave Laksono telah menegaskan tidak adanya niat untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI, sejumlah pengamat sipil tetap menekankan pentingnya pengawasan ketat dalam implementasi undang-undang tersebut.

Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri, menilai bahwa perlu dibentuk mekanisme pengawasan eksternal yang kuat agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan peraturan tersebut.

“Kita perlu menjamin bahwa implementasi UU ini tetap berada dalam koridor demokrasi. Artinya, tidak ada prajurit aktif yang duduk di jabatan sipil strategis yang dapat mengaburkan batas antara militer dan sipil,” ujar Gufron dalam diskusi publik daring, Senin lalu.

Ia juga mengingatkan bahwa pengalaman masa lalu, ketika ABRI memiliki peran ganda sebagai alat pertahanan dan kekuasaan, telah membawa dampak negatif dalam praktik demokrasi dan pemerintahan sipil.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan