Kurma, Nilai Spiritual dan Potensi Ekonomi

Pedagang kurma musiman menata buah kurma di kawasan Pasar Bina Usaha, Meulaboh, Aceh Barat-Foto: Istimewa-

Budidaya kurma di Indonesia berkembang pesat berkat dukungan lembaga penelitian, pemerintah, dan komunitas petani.

Lembaga seperti Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Palma (dulu bernama Balit Palma), Kementerian Pertanian, memainkan peran penting dalam pengembangan standar dan teknologi budidaya kurma.

Pemerintah daerah, seperti di NTB, juga aktif mendukung perkebunan kurma, melihat potensi ekonominya yang besar.

Sampai tahun 2025, BSIP Tanaman Palma telah mengoleksi tujuh varietas unggul kurma introduksi, yakni Ajwa, Barhee, Medjol, Fard, Khalas, Ghanami, dan Rashis.

Evaluasi juga telah dilakukan pada karakter vegetatif tanaman.

Pada kurma varietas Ajwa dan Sukari, diperoleh hasil kedua varietas tersebut memiliki daya kecambah mencapai 97- 98 persen.

Rekomendasi pemupukan juga terus dilakukan untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif (pembungaan dan pembuahan) pada lahan kering beriklim basah di Indonesia.

BSIP Palma juga terus melakukan pendampingan dan konsultasi pengembangan kurma di beberapa daerah di Indonesia.

Sumber bibit kurma dapat berasal dari biji, anakan (offshoot), atau kultur jaringan.

Meskipun bibit dari biji lebih murah, jenis kelamin pohon tidak bisa ditentukan sebelum dewasa.

Bibit anakan lebih menjamin hasil yang sama dengan induknya, tetapi jumlahnya terbatas.

Sementara itu, teknologi kultur jaringan menghasilkan bibit unggul dengan kepastian varietas dan jenis kelamin, namun harganya masih relatif mahal.

Untuk teknik penanaman, tanah yang gembur dan berpasir lebih disukai kurma.

Jarak tanam yang umum digunakan berkisar antara 6×6 m hingga 8×8 meter per pohon untuk memberi ruang optimal bagi pertumbuhan.

Beberapa petani juga mencoba menanam kurma dalam pot besar (tabulampot), meskipun produksi optimal tetap diperoleh jika ditanam di lahan terbuka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan