Kurma, Nilai Spiritual dan Potensi Ekonomi

Pedagang kurma musiman menata buah kurma di kawasan Pasar Bina Usaha, Meulaboh, Aceh Barat-Foto: Istimewa-
Selama ini, Indonesia mengimpor kurma dalam jumlah besar.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor sekitar 55,43 ribu ton kurma sepanjang tahun 2024, dengan nilai mencapai 79,74 juta dolar AS (setara Rp1,32 triliun).
Tren impor kurma di Indonesia meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dengan rekor tertinggi pada 2022, saat impor mencapai 61,35 ribu ton dengan nilai 86,25 juta dolar AS (setara Rp1,43 triliun).
Nilai impor kurma pun meningkat signifikan menjelang bulan Ramadhan; misalnya, pada Januari 2025 (menjelang Ramadhan), impor kurma Indonesia mencapai 16,43 ribu ton dengan nilai 20,68 juta dolar AS (setara Rp343,23 miliar).
Data ini menunjukkan bahwa permintaan kurma di Indonesia masih sangat besar, terutama menjelang bulan Ramadan, dengan tren impor yang tetap stabil di kisaran puluhan ribu ton setiap tahunnya.
Kondisi ini menunjukkan peluang besar untuk mengembangkan budidaya kurma lokal guna memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Pemasok utama kurma impor Indonesia antara lain Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), dan Arab Saudi.
Menurut data Food and Agriculture Organization (FAO) 2022, Indonesia merupakan importir kurma terbesar ketujuh di dunia.
Secara umum, iklim tropis Indonesia mendukung pertumbuhan pohon kurma. Wilayah Indonesia mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, memungkinkan kurma tumbuh di berbagai daerah yang mendapatkan panas matahari cukup.
Meskipun kurma identik dengan daerah gurun beriklim kering, beberapa wilayah di Indonesia memiliki kondisi mikroklimat yang mirip dengan habitat aslinya.
Provinsi Riau, misalnya, memiliki iklim panas yang menyerupai negara asal kurma.
Pohon kurma telah ditanam di Pekanbaru sejak 2006, dan menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Wilayah lain yang terbukti potensial adalah Lombok Utara (NTB). Tanah berpasir di Lombok Utara, hasil dari erupsi vulkanik Gunung Samalas, mengandung unsur hara mirip dengan tanah Timur Tengah.
Kombinasi pola suhu harian yang panas di siang hari dan dingin di malam hari serta curah hujan yang rendah menjadikan wilayah ini ideal untuk budidaya kurma.
Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan varietas lokal Kurma Datu, yang mampu berbuah lebat sepanjang tahun tanpa mengenal musim.