Fenomena Amuk Massa Marak : Apa yang Sebenarnya Terjadi ?
Ilustrasi amuk massa.-Foto : Istimewa-
Warga yang melihat kejadian itu langsung melampiaskan kemarahan mereka dengan menganiaya pelaku hingga babak belur.
Video kejadian yang viral di media sosial dengan judul "Keciduk warga, Diduga Maleng di alfamart" itu semakin menggambarkan eskalasi kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat.
BACA JUGA: Kemenhub Catat 1,3 Juta Orang Gunakan Transportasi Umum Jelang Natal 2024
BACA JUGA:Bergelut dengan Nestapa Akibat Bencana Sepanjang 2024
Fenomena amuk massa ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana seharusnya penegakan hukum dilakukan di tengah ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Selain itu, apakah aksi-aksi ini mencerminkan rasa keputusasaan masyarakat atau justru memperburuk situasi keamanan yang sudah rapuh?
Hingga kini, aparat kepolisian terus berupaya menanggulangi kasus-kasus ini agar tidak semakin meluas dan meresahkan warga Palembang.
Sementara itu, Pengamat Hukum, Sulyaden SH angkat bicara terkait maraknya aksi amuk massa yang belakangan ini terjadi di Kota Palembang.
Dikatakannya, fenomena tersebut, yang kerap mengarah pada tindakan kekerasan dan anarkisme, dinilai sebagai sebuah bentuk keprihatinan bagi masyarakat dan juga dunia hukum.
Menurut Sulyaden, amuk massa adalah reaksi emosional yang sering kali muncul akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum atau ketidakpercayaan terhadap sistem hukum yang ada.
"Amuk massa biasanya terjadi karena adanya perasaan tidak adil atau ketidakmampuan pihak berwenang untuk menyelesaikan masalah dengan cepat dan adil. Hal ini menunjukkan bahwa ada kegagalan dalam komunikasi antara masyarakat dan aparat penegak hukum," ujarnya, Senin (23/12).
Sulyaden juga menegaskan bahwa fenomena ini tidak bisa dianggap remeh.
Ia mengingatkan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia sudah cukup jelas, bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dan hak untuk diproses secara hukum tanpa kekerasan.
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak Asasi Manusia, setiap individu berhak mendapatkan perlindungan hukum, tanpa harus melalui jalur kekerasan atau main hakim sendiri," kata Sulyaden.
Ia pun menyoroti pentingnya peran kepolisian dan aparat penegak hukum dalam mengatasi hal ini dengan pendekatan yang lebih humanis dan tidak melulu menggunakan kekuatan.