Daya Beli Menurun : KSPI Desak Pemerintah Naikkan UMP 8-10 Persen di 2025 !

Ratusan buruh dari berbagai elemen organisasi di Palembang menyuarakan tuntutan mereka beberapa waktu lalu.-Foto : Dokumen Palpos-

"Kenaikan harga barang yang jauh lebih tinggi daripada kenaikan upah nominal telah memaksa buruh untuk hidup dalam tekanan ekonomi yang semakin berat. Ini jelas tidak adil bagi mereka yang telah bekerja keras namun tidak mampu menikmati hasil dari kerja keras tersebut," tambahnya.

Tuntutan Kenaikan UMP dan Tantangan Kebijakan Ekonomi

Berdasarkan data tersebut, KSPI mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kenaikan UMP sebesar 8 hingga 10 persen pada tahun 2025. 

Said Iqbal menegaskan bahwa langkah ini penting untuk memulihkan daya beli buruh yang telah anjlok dalam beberapa tahun terakhir. 

Dengan kenaikan ini, ia berharap bisa mengurangi disparitas upah antardaerah, yang secara keseluruhan akan meningkatkan kesejahteraan para pekerja di seluruh Indonesia.

"Kami mengharapkan pemerintah dapat memahami kondisi riil yang dihadapi oleh buruh saat ini. Kenaikan upah minimum adalah bentuk keadilan bagi mereka yang terus bekerja keras di tengah tekanan inflasi dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada kepentingan buruh," ujar Iqbal.

KSPI menilai kenaikan sebesar 8 hingga 10 persen adalah angka yang ideal dan realistis. 

Meskipun demikian, Said Iqbal tetap mengakui bahwa kenaikan ini hanya akan mengembalikan sebagian daya beli buruh yang hilang. 

Ia menyebut bahwa meskipun UMP naik, daya beli buruh hanya akan meningkat sekitar 5 persen, sementara daya beli mereka telah turun hingga 30 persen dalam sepuluh tahun terakhir.

Penolakan PP 51/2023 sebagai Dasar Penghitungan UMP

Dalam penjelasannya, Said Iqbal menyoroti bahwa KSPI bersama serikat buruh lainnya, seperti KSPSI dan Partai Buruh, secara tegas menolak penggunaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 sebagai dasar penghitungan UMP 2025. 

Ia menyebut bahwa dasar hukum PP 51/2023 adalah Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, yang saat ini tengah digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Said Iqbal, hingga saat ini belum ada keputusan dari MK terkait gugatan tersebut. 

Oleh karena itu, ia menilai bahwa pemerintah seharusnya tidak menggunakan PP 51/2023 sebagai acuan untuk menetapkan UMP pada tahun 2025.

"KSPI menolak keras penerapan PP Nomor 51 Tahun 2023 karena sejak awal aturan tersebut merugikan buruh. Aturan ini tidak mengakomodasi kebutuhan riil para pekerja yang telah tertekan oleh inflasi dan kenaikan harga barang. Kami berharap pemerintah mencari solusi yang lebih adil dan pro-buruh dalam menetapkan upah minimum tahun depan," tegas Iqbal.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan