Strategi Golkar atau Tekanan Politik ?
Gedung DPD Golkar Sumsel-Foto: Istimewa-
PALEMBANG, KORANPALPOS.COM – Jelang perhelatan Pilkada November 2024 mendatang, kondisi politik dikejutkan dengan pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Pengunduran diri yang diputuskan pada 10 Agustus 2024 tersebut memantik spekulasi dan reaksi dari berbagai pihak terutama percaturan politik kedepan.
Airlangga, yang telah memimpin Golkar sejak 2017, dikenal sebagai sosok yang penuh perhitungan dalam setiap langkah politiknya.
Di bawah kepemimpinannya, Partai Golkar mampu mempertahankan posisinya sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia, bahkan berhasil mengantarkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memenangkan Pilpres 2024 dan menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak kedua dalam pemilihan legislatif.
BACA JUGA:Polres Banyuasin Periksa Tersangka Pembakar Lahan 2 Hektare di Desa Bunga Karang
BACA JUGA:Prakiraan Cuaca BMKG 12 Agustus 2024 : Patut Waspadai Dampak Gempa Megathrust Nankai Jepang !
Namun, pada 10 Agustus 2024, Airlangga mengumumkan pengunduran dirinya dengan alasan menjaga keutuhan partai dan memastikan stabilitas selama masa transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dalam pesan video yang disiarkan secara luas, Airlangga menyampaikan bahwa keputusannya diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor dan dengan tujuan menjaga kondusivitas partai dalam menghadapi perubahan besar yang akan datang.
Pengunduran diri Airlangga ini langsung memicu spekulasi mengenai ada tidaknya tekanan dari pihak eksternal yang memaksa dirinya untuk mundur.
Pengamat Sosial dan Politik, M. Haekal Al-Haffafah S.Sos., M.Sos, memberikan tanggapan terkait keputusan mundur Airlangga Hartarto dari posisinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
BACA JUGA:Apakah Dibenarkan Sumpah Pocong Dalam Perspektif Islam ? Berikut Pandangan KH Ahmad Hudori !
Haekal menilai bahwa keputusan ini tidak terlepas dari dinamika politik yang lebih luas, khususnya terkait dengan kepentingan Presiden Joko Widodo.
Menurut Haekal, keputusan mundur Airlangga mengingatkan pada pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto beberapa bulan lalu, yang menyebutkan kekhawatiran adanya kemungkinan partai-partai besar, seperti Golkar, diakusisi atau 'dibegal' oleh Jokowi.