JAKARTA, KORANPALPOS.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengharapkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari dapat diberikan putusan yang seberat-beratnya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI bila terbukti melanggar.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi sidang putusan dugaan asusila Hasyim yang akan dilaksanakan DKPP RI pada Rabu (3/7).
"Kalau secara administratif, ya diberhentikan secara tetap, karena dia tidak memberikan contoh yang baik," kata Olivia di kawasan Menteng, Jakarta, Senin.
Menurut dia, sanksi seberat-beratnya diperlukan bila terbukti melanggar agar tidak menjadi preseden bagi komisioner KPU RI atau KPU di tingkat daerah.
BACA JUGA:Penyelesaian Sengketa Pilkada Harus Lebih Baik dari Pemilu
BACA JUGA:Peran MPR Perlu Diperkuat Melalui Amendemen UUD 1945
"Di KPU-KPU daerah lainnya juga melakukan hal yang sama, misalkan, kemudian ada yang, ‘oh yang ini, yang pusat aja enggak kena’. Jadi, daerah ada pembanding. Jadi, tidak boleh ada impunitas. Itu yang penting sebenarnya," ujarnya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa Hasyim, bila terbukti melanggar, maka dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Menurut dia, korban bisa melaporkan Hasyim dengan menggunakan UU TPKS.
"Supaya ada efek jera. Masalahnya dia tokoh, pejabat publik, yang tentu punya dampak yang besar buat masyarakat. Lalu, bagaimana masyarakat menilai hukum negara kita terhadap seorang tokoh? Apakah kemudian dibilang tumpul ke atas, tajam ke bawah? Kita menghindari hal-hal seperti itu," katanya.
Sebelumnya, pada Kamis, 18 April 2024, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP RI oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
BACA JUGA:DPR Harap Insiden PDNS 2 tidak Terulang
BACA JUGA:Pemda yang Inflasi di Atas Nasional : Ini Permintaan Kemendagri !
Kuasa Hukum korban menjelaskan bahwa perbuatan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Menurut Kuasa Hukum korban, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai teradu mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya kepada korban.
Kemudian, Hasyim menjalani persidangan pertama pada Rabu (22/5) yang berakhir sekitar pukul 17.15 WIB. Lalu, dia hadir dalam persidangan kedua atau terakhir pada Kamis (6/6) yang selesai pada pukul 12.45 WIB. (ant)