Muawiyah adalah simbol kebesaran Dinasti Umayah.
Berbicara sepak terjang Dinasti Umayah dalam meluaskan futuhat dan berbagai kemajuan lainnya, tak afdal bila sumbangsih Muawiyah tak disertakan.
BACA JUGA:PENGUMUMAN : Pemerintah Resmi Tetapkan Awal Ramadhan 1445 Hijriyah pada 12 Maret 2024BACA JUGA:Larangan Pengeras Suara di Masjid Bisa Timbulkan Folemik di Masyarakat
Seni memimpinnya melampaui Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, bahkan Umar bin Abdul Aziz sekalipun, sebagai punggawa besar kebanggaan Bani Umayah.
Tak ayal, atas segala jerih payah dan prestasinya, kaum cendekia sepakat melabeli Muawiyah sebaik-baiknya penguasa Islam setelah Khulafaur Rasyidin!
Namun sayang, kegemilangan Muawiyah memerintah bertolak belakang dengan apa yang ditulis sebagian sejara- wan.
Sudah nasibnya mungkin, tragedi perselisihannya.
Damaskus merupakan ibu kota Dinasti Umayah, sekarang menjadi ibu kota Suriah.
Ditaklukkan pertama kali pada masa Umar oleh Khalid bin Walid tahun 634 M.
Dengan Ali bin Abi Thalib, membuatnya tak pernah mendapat nama baik lagi.
Hal mulia apa pun yang ia rintis, cap pembangkang seakan selalu tersemat padanya.
Perang Shiffin merupakan puncak khilafnya yang sangat fatal.
Penulisan sejarah tentangnya selalu digiring bahwa dialah biang ben- cana segala kerusuhan tersebut.
Ia digambarkan seorang ambisius yang haus darah, berani menentang khalifah yang sah, dan menghalalkan segala cara demi tercapainya apa yang diinginkan.
Malangnya lagi, budaya tulis menulis justru berkibar di era Abbasiyah dan setelahnya.
Persaingan wibawa dinasti pun menjadi faktor tersendiri mengapa Muawiyah dan jajaran penguasa Umayah selalu mendapat stigma buruk.