Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Kota Kapur yang berkaitan dengan nama Sungsang.
Secara geografis, Sungsang berhadapan langsung dengan Selat Bangka, yang merupakan muara Sungai Upang, Sungai Sungsang, dan Sungai Saleh.
Sejarah Sungsang juga tercatat dalam catatan sejarah Kesultanan Palembang Darusalam.
BACA JUGA:Lebih Separoh Diisi Wajah Baru DPRD Kota Palembang, Siapa Saja ?
BACA JUGA:YKMI dan MUI Minta Publik Waspada Hoaks Isu Bromat di Air Mineral
Desa ini merupakan benteng pertahanan terdepan kesultanan tersebut. Persiapan pertahanan dilakukan dari Desa Sungsang dengan memasang meriam berbagai ukuran beserta amunisinya.
Ada beberapa versi tentang asal-usul nama Sungsang. Versi pertama berasal dari penuturan tokoh-tokoh masyarakat setempat, yang mengisahkan bahwa nama Sungsang berasal dari seorang pengembara bernama Pojang Cinde Kirana.
Pojang Cinde Kirana mengalami kecelakaan perahu di Muara Sungai Musi, yang dalam bahasa setempat disebut sebagai 'tersangsang', dan dari sinilah muncul nama Sungsang.
Versi kedua berasal dari fenomena alam di Sungai Batanghari, di mana air mengalir dari hilir ke hulu saat pasang, yang seharusnya sebaliknya. Masyarakat menyebutnya 'Sungsang' karena fenomena yang tidak wajar tersebut.
Versi ketiga mengisahkan perjalanan seorang tokoh bernama Demang Lebar Daun dari Banten yang terdampar di daerah Sungsang. Nama 'Sungsang' berasal dari istilah "tersangsang" atau terdampar.
Sungsang juga merupakan bagian dari warisan kesultanan Palembang Darusalam.
Orang-orang Palembang sering menyebut orang-orang di sini sebagai "wong laut", karena semua tempat dan daerahnya dikelilingi oleh laut.
Desa ini menghadap langsung ke Selat Bangka atau Laut Cina Selatan, yang menjadikannya sebagai daerah yang kaya akan hasil laut.
Di Sungsang, hutan mangrove yang luas dan rawa gambut menjadi ciri khasnya.
Namun, tekad pemerintah setempat untuk memajukan daerah ini menjadikan Sungsang sebagai pusat perikanan dan pengrajin daun nipah yang terkenal.
Tradisi Daun Nipah