Erwin Adyanto dan timnya juga menjelaskan bagaimana mereka meningkatkan tekanan air di wilayah tertentu, seperti wilayah Polygon, untuk membantu mengidentifikasi kebocoran fisik.
"Jadi kalau memang kita contoh willayah Polygon tadi, kami harus menutup pengaliran ke Tanjung Rawa Bukit Baru agar pengaliran benar-benar hanya fokus di wilayah Polygon. Hal ini memungkinkan tekanan air yang biasanya 1 atm dapat ditingkatkan menjadi 3 atm. Tekanan air yang tinggi memungkinkan kebocoran yang tersembunyi menjadi terlihat," kata Erwin Adyanto.
Pak Hardi menambahkan, upaya untuk menurunkan tingkat kehilangan air tidak hanya sebatas mencari titik kebocoran, tetapi juga mencari solusi untuk memperbaikinya secepat mungkin.
"Kami memiliki tiga faktor waktu yang sangat menentukan dalam hal ini. Semakin lama waktu perbaikan dilakukan, semakin besar volume air yang hilang," ulasnya.
Meskipun Perumda Tirta Musi telah berhasil mengurangi tingkat kehilangan air dari 30% menjadi 22,8%, mereka tetap menghadapi sejumlah kendala.
Terutama di wilayah-wilayah besar seperti Rambutan dan Seberang Ulu Dua, yang memiliki tingkat kehilangan air yang cukup tinggi.
Bagaimanapun, upaya keras tim dalam pencarian kebocoran fisik dan administrasi, serta peningkatan kesadaran masyarakat, telah membantu mengatasi masalah ini.
Tingkat kehilangan air yang tinggi adalah masalah serius yang memengaruhi pasokan air bersih dan keuangan perusahaan.
Dengan kerja keras dan dedikasi yang telah mereka tunjukkan, Perumda Tirta Musi berharap dapat terus memperbaiki kondisi ini dan memberikan pelayanan air yang lebih baik kepada masyarakat Palembang.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah, dengan terus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mengurangi kehilangan air.
"Kami berharap, dengan kerja sama dan partisipasi masyarakat, masalah ini dapat segera diatasi, sehingga pasokan air bersih yang andal dapat terus tersedia bagi warga Palembang," tandasnya. ***