PERUM Bulog baru-baru ini memberikan penjelasan terkait polemik penguasaan stok beras nasional dan hubungannya dengan stabilitas harga di pasar.
Penjelasan ini menjadi penting karena muncul pertanyaan publik mengenai tingginya harga beras di berbagai daerah, padahal data menunjukkan ketersediaan beras secara nasional melimpah.
Pertanyaan yang mengemuka adalah apakah penguasaan stok beras oleh pemerintah yang saat ini sekitar 8 persen sudah cukup ideal untuk menjaga kestabilan harga dan menjamin ketahanan pangan nasional.
Hingga kini, tidak ada standar baku mengenai berapa persen cadangan beras idealnya dikuasai negara.
BACA JUGA:Pemprov Sumsel Ajak Semua Pihak Gencarkan Gerakan Pangan Murah
BACA JUGA:Pacu Jalur Jadi Ikon Keberhasilan Wisata yang Dikenal Dunia
Namun, Badan Pangan Nasional (NFA) mengacu pada definisi swasembada pangan dari FAO yang menyebutkan bahwa suatu negara dianggap swasembada bila mampu memenuhi minimal 90 persen kebutuhan pangannya dari produksi dalam negeri.
Berdasarkan proyeksi neraca pangan nasional 2025, Indonesia memperkirakan total produksi beras dalam negeri mencapai 32,29 juta ton, dengan stok awal tahun sebesar 8,1 juta ton.
Dengan demikian, total ketersediaan beras nasional diperkirakan mencapai 40,95 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi tahunan sekitar 30,97 juta ton.
Angka ini menunjukkan adanya surplus sekitar 10 juta ton yang seharusnya menjadi ruang bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan beras tetap aman.
BACA JUGA:Memutus Kemiskinan Lewat Program Sekolah Rakyat
BACA JUGA:Mengubah Limbah Kelapa Jadi Dolar
Pemerintah melalui Bulog memiliki mandat menyerap minimal 3 juta ton beras setara gabah pada panen raya untuk mengisi Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang saat ini mencapai sekitar 4,2 juta ton.
Namun, dari total ketersediaan beras nasional, hanya 8 persen yang dikuasai pemerintah, sedangkan 92 persen lainnya berada di tangan swasta, baik penggilingan besar, pedagang, maupun distributor.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan mendasar yakni dengan porsi penguasaan yang relatif kecil, sejauh mana pemerintah memiliki kendali efektif terhadap harga beras di pasar?