KORANPALPOS.COM – Dalam permainan catur, setiap langkah mengandung strategi, kalkulasi, dan pertaruhan yang menentukan arah kemenangan.
Dinamika dalam permainan catur ini tidak lagi sekadar menjadi metafora di atas papan, melainkan cerminan nyata dari kondisi yang terjadi saat ini. Begitu pula dalam kehidupan berbangsa.
Dalam konteks saat ini, jutaan pemuda Indonesia tengah berada dalam posisi skak, yaitu situasi terdesak yang menandakan ancaman serius dan ruang gerak yang kian menyempit.
Pemuda menjadi sasaran utama dari industri rokok, dengan strategi yang sistematis dan terukur.
BACA JUGA:3 Perda Baru Ditetapkan: DPRD dan Pemprov Sumsel Perkuat Arah Pembangunan
BACA JUGA:Isyana Sarasvati Terinspirasi Iwan Fals Dalam Bermain Musik
Posisi skak ini bukan sekadar ancaman, melainkan krisis yang tengah berlangsung secara nyata, tercermin dari terus meningkatnya jumlah perokok usia anak dan remaja.
Melansir dari Kementerian Kesehatan RI, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai sekitar 70 juta orang.
Hal yang lebih mengkhawatirkan, 7,4 persen di antara perokok aktif itu adalah anak usia 10–18 tahun, sekitar 5,18 juta jiwa.
Bahkan, 2,6 persen anak usia 4–9 tahun sudah mulai merokok.
BACA JUGA:Pembangunan Tol Palembang- Betung Terhambat Soal Lahan
BACA JUGA:Gubernur Sumsel Tekankan Pentingnya Sinergi BI dalam Membangun Ekonomi Desa
Ini bukan sekadar angka, melainkan alarm keras bahwa paparan rokok terjadi sangat dini.
Kelompok usia muda menjadi segmen dengan peningkatan paling signifikan.
Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019, prevalensi perokok pada anak usia sekolah 13–15 tahun meningkat dari 18,3 persen pada 2016 menjadi 19,2 persen pada 2019.