Gugat UU Pilkada

Jumat 11 Jul 2025 - 22:02 WIB
Reporter : Popa Delta
Editor : Dahlia

KORANPALPOS.COM - Mahasiswa dan alumni Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat menggugat Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam keterangan tertulis diterima di Mataram, Kamis, sidang pendahuluan perkara Nomor 104/PUU-XXIII/2025 Tentang Permohonan Pengujian Materiil Pasal 139 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang terhadap Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Permohonan di lakukan oleh dua orang alumni dan mahasiswa FHISIP Universitas Mataram dari unit kegiatan Forum Mahasiswa Pengkaji Konstitusi (Formasi).

BACA JUGA:Sinergi KPK-Pemda: Dorong Penguatan Tata Kelola Daerah Demi Efektivitas Pelayanan Publik Jakarta 10 Juli 2025

BACA JUGA:Upayakan Pasar Pengganti Respons Tarif Trump

Para pemohon atas nama Yusron Ashalirrohman (Pemohon I), Roby Nurdiansyah (Pemohon II), Yudi Pratama Putra (Pemohon III), Muhammad Khairi Muslimin (Pemohon IV).

Sidang pendahuluan dihadiri secara luring oleh Pemohon I dan Pemohon II sedangkan Pemohon III dan Pemohon IV secara daring melalui zoom (daring).

Sidang di laksanakan di Lantai 4 Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, dengan Majelis Panel Hakim Konstitusi 3 orang yakni, Ketua Majelis Panel Saldi Isra, Ridwan Mansyur, (Anggota Majelis Panel), dan Arsul Sani (Anggota Majelis Panel).

BACA JUGA:DPR Desa Polri Usut Tuntas Kasus Kematian Diplomat Kemlu

BACA JUGA:Minta Kesejahteraan Jurnalis Diperhatikan Pemerintah

Sidang pendahuluan ini dilaksanakan dengan berjalan lancar, di akhir Hakim Panel MK memberi masukan dan saran dalam rangka penyempurnaan permohonan.

Dalam permohonan ini pemohon menguji tentang rekomendasi sebagai hasil kajian Bawaslu dalam penanganan pelanggaran administrasi Pilkada. 

Menurut para pemohon rekomendasi memiliki sifat berbeda dengan putusan sebagai hasil kajian, perbedaan yakni rekomendasi tidak mengikat secara hukum, tidak memiliki kekuatan eksekutorial dan daya paksa, sehingga KPU sebagai rekomendasi seringkali tidak menjalankan isi dari rekomendasi Bawaslu, yang kemudian ini menjadi permasalahan dalam setiap Pilkada, mulai dari tahun 2018, 2020, dan 2024.

BACA JUGA:Rekayasa Putusan MK Terkait Pemisahan Pemilu

BACA JUGA:Kadin Perkuat Kolaborasi Riset Industri

Kategori :