Rudiansyah juga menyoroti pentingnya legalisasi status "Prabumulih sebagai Kota Nanas". Menurutnya, selama ini julukan tersebut hanya sebatas pengakuan secara de facto dan belum tercatat secara yuridis atau diakui resmi oleh negara.
“Selama ini hanya di mulut saja kita menyebut Prabumulih Kota Nanas. Kita ingin ada pengakuan resmi. Harus ada legalitas, misalnya melalui pencatatan di Museum Rekor Indonesia atau pengakuan nasional lainnya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Kadin Prabumulih siap memperjuangkan status tersebut, agar identitas Prabumulih sebagai penghasil nanas terbesar dapat memperkuat branding kota dan meningkatkan nilai ekonomi dari komoditas tersebut.
Lebih jauh, Rudiansyah menyampaikan bahwa pengembangan produk berbasis nanas tidak hanya sebatas konsumsi buah segar, tetapi juga mencakup pengolahan serat nanas menjadi bahan tekstil dan kapas industri yang bernilai tinggi, bahkan diekspor ke luar negeri.
Diketahui, PT Serat Nanas Indonesia bersama Koperasi MIWA Pineapple telah melakukan pelatihan pengolahan serat nanas menjadi kapas industri.
Kapas ini sangat diminati di pasar global karena bisa digunakan sebagai bahan pembuatan rompi anti peluru, karena ketahanannya melebihi material sintetis biasa.
Inovasi ini menempatkan nanas bukan hanya sebagai komoditas konsumsi, tetapi juga sumber daya strategis untuk industri kreatif dan teknologi tinggi.
Dalam kesempatan yang sama, Rudiansyah juga mengusulkan agar pabrik pengolahan serat nanas didirikan langsung di Kota Prabumulih.
Usulan ini ditujukan kepada Direktur PT Serat Nanas Indonesia, Ida, yang diharapkan bisa melihat potensi besar Prabumulih dalam hal bahan baku dan SDM lokal.
“Kalau bisa, kami ingin ada pabrik serat nanas langsung di Prabumulih. Ini akan membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan tentu saja meningkatkan kesejahteraan warga,” harapnya.
Menurutnya, dengan kolaborasi bersama koperasi dan dunia usaha, pabrik tersebut akan menjadi sentra industri berbasis nanas pertama di Sumatera Selatan, bahkan bisa menjadi model nasional pengembangan ekonomi hijau berbasis pertanian.
Kadin Prabumulih pun memberikan dukungan penuh, mulai dari promosi, pendampingan, hingga penciptaan pasar lokal dan nasional.
Langkah ini diharapkan bisa menjadi pemicu bagi UMKM lainnya untuk terus berinovasi dan memanfaatkan potensi lokal sebagai komoditas utama.
Dengan semua langkah strategis tersebut, Rudiansyah menyatakan harapannya agar serat nanas benar-benar menjadi ikon unggulan kota Prabumulih yang mampu memperkuat posisi kota dalam peta ekonomi nasional.
“Kita ingin nanas jadi buah surga yang membuka lapangan kerja, bukan hanya untuk Prabumulih, tapi juga Indonesia. Serat nanas bisa menjadi sumber ekonomi baru yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” pungkasnya.*