Hal ini membuktikan bahwa meski sederhana, Naga Sari mampu bersaing dengan produk kuliner lain, asalkan dikemas secara menarik dan dijaga kualitasnya.
Seiring berkembangnya zaman, Naga Sari juga mengalami inovasi dalam penyajian dan bahan.
Misalnya, beberapa penjual mulai menambahkan warna-warni alami dari daun pandan, ubi ungu, atau daun suji untuk menarik perhatian konsumen.
Ada juga yang mengganti pisang dengan isian lain seperti nangka, cokelat, bahkan keju.
Namun demikian, versi klasik Naga Sari dengan isian pisang tetap menjadi favorit utama masyarakat Indonesia.
Pakar kuliner tradisional, Chef Retno Wulandari, menyatakan bahwa pelestarian kue tradisional seperti Naga Sari sangat penting sebagai bagian dari identitas budaya bangsa.
“Naga Sari bukan hanya soal rasa, tapi juga mengajarkan kita tentang proses, kesabaran, dan nilai gotong royong saat membuatnya bersama keluarga,” ujarnya.
Pemerintah dan pelaku industri kuliner diimbau untuk terus mengenalkan makanan tradisional kepada generasi muda, baik melalui pendidikan kuliner, festival makanan, maupun konten digital.
Kue Naga Sari adalah salah satu contoh kekayaan kuliner tradisional Indonesia yang masih bertahan hingga kini.
Dengan bahan sederhana, rasa lezat, serta nilai budaya yang dalam, Naga Sari layak disebut sebagai salah satu ikon jajanan pasar Indonesia.
Pelestarian dan inovasi terhadap kue ini menjadi tanggung jawab bersama agar warisan kuliner leluhur tidak hilang ditelan zaman.*