Menurut Kypler, 90 persen ekspor minyak mentah Iran disalurkan ke China.
Data impor dari Iran ini tak masuk data resmi.
Dan dari data resmi, Rusia, Arab Saudi, Malaysia, Irak, dan Uni Emirat Arab, adalah enam pemasok minyak utama untuk China.
Bukan hanya soal minyak, posisi Iran di mata China juga krusial dalam konteks geopolitik, terutama dalam kerangka Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI).
Menjadi penghubung ke Timur Tengah untuk kemudian Afrika dan Eropa Tenggara, Iran memang terlalu penting bagi China.
Dalam perspektif ini, Iran yang menjauh dari China, akan menutup akses China ke Timur Tengah, dan akhirnya Afrika, serta Eropa.
Iran berbatasan dengan Irak bagian Barat, dan dengan Azerbaijan, Armenia, Turki dan Laut Kaspia di bagian utara.
Iran juga berbatasan dengan Turkmenistan, Afghanistan dan Pakistan di bagian timur, sedangkan bagian selatannya berbatasan dengan Teluk Persia yang menjadi aorta perdagangan minyak global.
Untuk itu, skenario Iran yang tidak dekat dengan Rusia dan China, akan sulit diterima oleh kedua negara raksasa ini.
Akibatnya, akan sangat wajar jika China dan Rusia tidak akan berpangku tangan ketika AS ikut-ikutan menyerang Iran.
Belum lagi langkah militer AS itu bisa membuat perang yang makin luas yang dampaknya akan ke mana-mana, termasuk terhadap harga minyak yang akhirnya bisa menyengsarakan dunia.
Apalagi, Iran menyatakan akan habis-habisan melawan jika terus dipojokkan.
Jika semuanya menjadi tak terkendali, maka situasi buruk di Teluk Persia dan Selat Hormuz menjadi tak terhindarkan, dan dampaknya fatal bagi harga minyak dunia sehingga bisa membuat perekonomian global terseret lagi ke dalam krisis.(ant)