Oleh sebab itu, Marwan menekankan pentingnya komunikasi intensif dan koordinasi yang efektif antara pemerintah Indonesia dan otoritas haji di Arab Saudi.
Tak hanya soal pergerakan jemaah, Marwan juga menyoroti aspek layanan kesehatan yang menjadi krusial selama pelaksanaan haji.
Ia mengusulkan agar pemerintah menyiapkan pos-pos layanan medis berupa satelit kesehatan di titik-titik strategis yang diprediksi menjadi pusat kepadatan.
BACA JUGA:71% Warga Dukung Kebijakan Efisiensi Anggaran Prabowo
BACA JUGA:MBG Hadirkan Ekonomi Daerah Inklusif
Menurutnya, pelayanan kesehatan harus responsif dan mudah dijangkau, mengingat risiko kelelahan, dehidrasi, dan penyakit lain yang dapat mengganggu kondisi jemaah haji, terutama yang sudah lanjut usia atau memiliki komorbid.
“Langkah-langkah kedaruratan harus segera disiapkan. Saya tidak yakin dalam dua hari ini kita bisa meyakinkan Saudi bahwa ada kebutuhan untuk pelonggaran, apalagi dalam pengaturan yang ketat seperti sekarang. Maka, kita harus siapkan rencana B,” tambahnya.
Puncak ibadah haji yang dikenal sebagai masa Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) merupakan titik krusial yang setiap tahunnya menyita perhatian karena melibatkan pergerakan jutaan jemaah dalam waktu bersamaan.
BACA JUGA:71% Warga Dukung Kebijakan Efisiensi Anggaran Prabowo
BACA JUGA:MBG Hadirkan Ekonomi Daerah Inklusif
Jika tidak dikelola dengan cermat dan antisipatif, potensi terjadinya kemacetan, desak-desakan, bahkan korban jiwa sangat besar.
Timwas DPR mengingatkan bahwa pengalaman tahun-tahun sebelumnya harus menjadi pelajaran berharga.
Oleh sebab itu, penyusunan skenario darurat bukan hanya sebagai formalitas, tetapi sebuah keharusan untuk menjamin keselamatan, kenyamanan, dan kelancaran ibadah jemaah Indonesia. (ant)