Salah satu hambatan besar lainnya adalah minimnya dukungan lembaga pembiayaan (leasing) terhadap mobil listrik bekas.
Banyak perusahaan leasing masih enggan memberikan kredit untuk pembelian mobil listrik second karena menilai resikonya cukup tinggi.
Ketidakpastian soal nilai jual kembali, masa pakai baterai, dan pasar yang belum matang membuat banyak perusahaan pembiayaan memilih untuk fokus pada mobil konvensional atau hybrid.
Tanpa dukungan pembiayaan, pasar mobil bekas otomatis menjadi lebih sempit.
Sebab, banyak konsumen Indonesia yang masih mengandalkan skema cicilan dalam membeli kendaraan, termasuk di pasar mobil bekas.
Hyundai Ioniq 5, Pengecualian yang Tahan Harga
Di tengah tren depresiasi harga yang tajam, Hyundai Ioniq 5 menjadi salah satu pengecualian yang cukup mencolok.
Mobil listrik andalan Hyundai ini memiliki daya tarik tersendiri dari segi desain futuristik, kualitas interior premium, hingga teknologi pengisian cepat (fast charging) yang mumpuni.
Tidak hanya itu, merek Hyundai juga telah membangun ekosistem pendukung EV yang cukup baik, termasuk layanan purna jual dan jaringan bengkel resmi yang siap menangani kendaraan listrik.
Harga Hyundai Ioniq 5 bekas cenderung lebih stabil dibanding kompetitor sekelasnya.
Ini membuktikan bahwa faktor brand trust, dukungan purna jual, serta popularitas model sangat berpengaruh dalam menjaga nilai jual kembali mobil listrik.
Mobil Hybrid Bekas Justru Menarik Minat Konsumen
Berbanding terbalik dengan nasib mobil listrik murni, mobil hybrid bekas justru menunjukkan kinerja pasar yang positif.
Kendaraan hybrid, yang menggabungkan mesin bensin dan motor listrik, dinilai sebagai solusi transisi yang lebih realistis.
Selain lebih hemat bahan bakar, mobil hybrid juga dikenal awet dan tidak menimbulkan kekhawatiran seperti EV murni.
Depresiasi harga mobil hybrid bekas juga relatif wajar, bahkan cenderung mirip dengan mobil konvensional. Contohnya, Toyota Camry Hybrid atau Honda CR-V Hybrid yang tetap stabil dan laku keras di pasar mobil bekas.