Kapolres OKU Timur, AKBP Kevin Leleury SIK, MSi melalui Kasat Reskrim AKP Mukhlis membenarkan peristiwa tersebut.
Dalam keterangannya kepada awak media, AKP Mukhlis menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami motif pelaku, meski dugaan sementara mengarah pada permasalahan ekonomi yang memicu konflik keluarga.
"Motifnya masih dalam pendalaman, namun dari keterangan awal, pemicunya berkaitan dengan permasalahan ekonomi dan konflik keluarga. Ini sangat kami sayangkan karena berujung pada hilangnya nyawa seorang ibu yang juga pejabat publik," ujar AKP Mukhlis, Jumat (25/04).
Kematian tragis Hely Febriyanti meninggalkan luka mendalam di tengah masyarakat Desa Bangun Rejo.
Sebagai pejabat desa, almarhum dikenal aktif dan responsif dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan kepada warga.
Salah satu warga yang tak ingin disebutkan namanya mengaku sangat terkejut dan tidak menyangka bahwa keluarga Hely mengalami konflik sedemikian parah hingga berujung tragedi.
"Bu Hely itu orangnya baik, sering membantu warga. Beliau baru saja mengurus BLT dan sangat peduli terhadap masyarakat miskin. Kami sangat kehilangan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) OKU Timur juga menyampaikan belasungkawa atas kejadian ini dan menyatakan akan memberikan pendampingan kepada keluarga korban serta masyarakat desa selama proses hukum berjalan.
Kasus ini juga mengungkap kekhawatiran akan masih maraknya kepemilikan senjata api rakitan di wilayah pedesaan.
Polisi kini menelusuri asal-usul senjata yang digunakan pelaku dan tidak menutup kemungkinan akan ada pengembangan penyidikan jika ditemukan jaringan pembuat atau penjual senjata ilegal di wilayah OKU Timur.
"Kami mengimbau masyarakat yang masih menyimpan senjata api rakitan, baik untuk berburu maupun alasan lain, agar menyerahkannya secara sukarela. Kami akan tindak tegas setiap pelanggaran hukum yang menyangkut kepemilikan senjata ilegal," tegas AKP Mukhlis.
Saat ini, pelaku sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Ia dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Selain itu, karena menggunakan senjata api ilegal, pelaku juga terancam dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun.
Pihak penyidik juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kejiwaan pelaku untuk mengetahui apakah ada faktor psikologis yang mempengaruhi tindakannya.
Sementara itu, korban Hely Febriyanti telah dimakamkan pada Jumat pagi (25/04) di Tempat Pemakaman Umum desa setempat dengan prosesi yang dihadiri ratusan warga dan pejabat kecamatan.