KORANPALPOS.COM- Di bawah langit kelabu kota London, Craven Cottage menjadi panggung drama yang tak diinginkan oleh Liverpool.
Mereka datang dengan kepala tegak, membawa status pemuncak klasemen, kepercayaan diri tinggi, dan ambisi besar untuk menutup musim dengan gelar. Tapi malam itu, yang mereka bawa pulang hanyalah luka dan pelajaran berharga.
Babak Pertama: Dari Euforia ke Kekacauan
Langkah pertama Liverpool di laga ini seperti biasa—penuh determinasi. Tekanan tinggi, penguasaan bola, dan garis pertahanan Fulham yang mulai retak.
Alexis Mac Allister menjadi aktor pembuka, melesatkan roket dari luar kotak penalti pada menit ke-14. Bola melengkung indah, Leno tak kuasa menjangkaunya. 1-0 untuk The Reds, dan semua tampak berjalan sesuai naskah.
BACA JUGA:Derbi Manchester Berakhir Tanpa Gol : Pertahanan Kuat dan Gagal Manfaatkan Peluang Warnai Laga !
BACA JUGA:Jelang Duel Penting : Timnas U-17 Indonesia Siap Hadapi Yaman, Berikut Jadwal Lengkapnya !
Namun, euforia itu sekejap berubah jadi kecemasan. Di menit ke-23, lini belakang Liverpool gagal mengantisipasi umpan silang tajam dari Andreas Pereira.
Ryan Sessegnon yang seolah luput dari pengawasan—menyambar bola ke pojok gawang. Skor imbang, dan ketenangan mulai terkikis.
Lalu datang menit ke-32. Sebuah operan ceroboh dari Andy Robertson menjadi bumerang. Iwobi, seperti pemburu yang mencium bau darah, langsung menghukum kesalahan itu dengan dingin. Dan lima menit berselang, luka semakin menganga. Dari sepak pojok,
Rodrigo Muniz melompat lebih tinggi dari siapapun, menanduk bola dengan presisi mematikan. Dalam sekejap, Liverpool tenggelam dalam kekacauan. 3-1. Dan mereka tak sempat bernapas hingga peluit turun minum dibunyikan.
BACA JUGA:Tetap Senang Meski Barca Ditahan
BACA JUGA:PSG Kunci Gelar Juara ke-13 Liga Prancis
Babak Kedua: Percikan Harapan yang Terlambat
Arne Slot melakukan perubahan. Sorot matanya tegas dari pinggir lapangan, mengisyaratkan bahwa mereka belum menyerah.