Puasa pun, dengan cara alamiah, menurunkan “gangguan” sistemik, sehingga sistem pertahanan tubuh bekerja jauh lebih efektif dan efisien.
Tak berhenti di situ, microbiome (komunitas bakteri di usus) juga mengalami “perbaikan besar” selama bulan Ramadhan.
Variasi dan keseimbangan bakteri usus kerap meningkat karena perubahan pola makan dari frekuensi tinggi ke frekuensi yang lebih jarang namun tetap bernutrisi saat sahur dan berbuka.
Bakteri “baik” seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus cenderung berkembang, membantu proses pencernaan serta memproduksi metabolit bermanfaat, misalnya asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids) yang memperbaiki kesehatan sel usus.
Keseluruhan adaptasi ini menguatkan sistem imun, menghalau peradangan, serta meningkatkan penyerapan nutrisi.
Keajaiban biologis selama puasa Ramadhan tidak hanya memperbaiki kondisi kesehatan secara umum, melainkan juga membukakan pintu pada kemungkinan terapi penyakit.
Dalam kacamata nanomedicine, perubahan signifikan dalam metabolisme sel dan peningkatan proses autophagy saat puasa memberikan jendela kesempatan bagi pengantaran obat yang lebih efisien.
Jika tubuh sedang berada dalam kondisi “pembersihan,” maka kombinasi puasa dengan terapi farmasi tertentu bisa meningkatkan penyerapan dan pemanfaatan obat.
Misalnya, pada beberapa kasus gangguan metabolik atau autoimun, puasa dapat membantu menekan aktivitas sel-sel imun yang terlalu aktif.
Bersamaan dengan itu, terapi berbasis nanopartikel (misalnya lipid nanoparticles) dapat disuntikkan untuk memblokade molekul proinflamasi secara tepat sasaran.
Hasilnya, kerja obat bisa lebih spesifik, sehingga efek sampingnya berkurang.
Selain itu, penelitian terkini dalam bidang genomics dan transcriptomics juga memberikan wawasan baru tentang bagaimana puasa Ramadan memengaruhi proses mutasi sel.
Sejumlah tanda menunjukkan bahwa proses koreksi DNA (DNA repair) berjalan lebih lancar saat tubuh berada pada kondisi puasa, menurunkan risiko kerusakan genetik yang bisa memicu kanker.
Dengan teknik gene editing (modifikasi gen) dan CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats), mungkin di masa depan, kita dapat menggabungkan pendekatan puasa dengan teknologi penyuntingan gen untuk memerangi sel kanker yang bandel.
Bagi masyarakat Indonesia, puasa Ramadan bukan hal asing. Ia telah mendarah daging di tengah tradisi keagamaan sekaligus sosial.
Namun, di era teknologi maju ini, semakin banyak bukti ilmiah yang membenarkan manfaat puasa bagi kesehatan.